Kebijakan HET Beras Tidak Efektif, Harga Pasar Jauh di Atas HET, Ini Penyebabnya!

 Kebijakan HET Beras Tidak Efektif, Harga Pasar Jauh di Atas HET, Ini Penyebabnya!

Kebijakan HET Beras Tidak Efektif, Harga Pasar Jauh di Atas HET, Ini Penyebabnya!--

PAGARALAMPOS.COM - Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (Aepi), Khudori, mengkritik keras kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras yang dinilai sudah tidak efektif.

Menurut Khudori, kebijakan ini telah gagal mengendalikan harga beras di pasar, khususnya dalam beberapa bulan terakhir.

Pemerintah sebelumnya menetapkan HET untuk beras medium sebesar Rp10.900—11.800 per kilogram dan beras premium sebesar Rp13.900—14.800 per kilogram.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa harga beras yang beredar di pasaran jauh melampaui HET yang ditetapkan pemerintah.

BACA JUGA:Jangan Lewatkan! Flash Promo Paket Umrah Seharga Rp6,7 Juta di Pekan TerakhirTumbuh by Astra Financial

Bahkan, setelah melakukan relaksasi terbaru pada HET beras premium menjadi Rp14.900—15.800 per kilogram mulai 10 Maret hingga 24 April 2024, harga beras masih di atas HET relaksasi tersebut.

Dalam Wawancara, Khudori merujuk pada data Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang menunjukkan harga rerata nasional beras masih berada di atas HET relaksasi.

"Sejak kebijakan HET diberlakukan pada September 2017, saya tidak pernah setuju dengan kebijakan ini," kata Khudori.

Salah satu alasan kegagalan kebijakan HET, menurut Khudori, adalah ketidakpatuhan pasar tradisional.

BACA JUGA:Antisipasi 3C dan Balap Liar, Polres Pagar Alam Intens Patroli Samapta di Lokasi Rawan Kejahatan

Pasar tradisional cenderung tidak patuh dengan kebijakan HET, sementara pasar modern lebih kompatibel dengan kebijakan tersebut.

Selain itu, HET hanya mengatur harga jual beras tanpa mempertimbangkan harga gabah sebagai bahan baku utama.

Jika harga gabah melonjak, harga beras juga berpotensi naik di atas HET.

Khudori juga mengingatkan bahwa jika pemerintah mematok harga gabah dengan HET, hal tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan bagi petani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: