Kisah Romansa di Balik Kejamnya Perang Saudara pada Awal Perang Dunia II (02)

PAGARALAMPOS. COM - Setelah membaca sinopsis Gernica, sudah terlihat bahwa film yang digarap oleh Koldo Serra dengan sokongan naskah dari Carlos Clavijo Cobics dan Barney Cohen serta bantuan story dari Jose Alba mempunyai cerita yang terasa dangkal, serta umum digunakan. 

Memang sebuah cerita yang dangkal akan terlihat asik jika dibantu oleh directoring yang mumpuni. 

Namun apa yang dilakukan oleh Koldo Serra adalah sebaliknya. 

BACA JUGA:Perspektif Pembangunan Sentra Budaya dan Seni Pagaralam

Serra di paruh awal film ini masih ragu ke mana sebenarnya membawa jalur nakhoda film ini.

Film ini seolah-olah tidak memiliki arah tujuan yang jelas ke mana sebenarnya akan berlayar, apakah lebih mengedepankan jalur war atau romantisme? 

Sungguh sebuah jalur yang membingungkan yang dipilih film ini, ketika film ini hanya mengambil separuh di antara jalur tadi, berada di tengah-tengah antara war dan romantic.

BACA JUGA:Mengenal Lebih Dekat Suku Minangkabau, Budaya Hingga Pradabannya

Harus diakui film ini sukses menggambarkan sebuah tatanan masyarakat serta sosial yang kejam, ketika seseorang yang berbuat salah harus menerima hukuman yang berat, diasingkan, serta dianggap pengkhianat. 

Sebuah poin tersendiri bagi film ini, juga visual effect CGI ledakan bom yang lumayanlah, meskipun agak kasar. 

Namun apa yang dilakukan Koldo Serra terhadap film ini, mempunyai dua poin tersendiri itu tak ia manfaatkan. 

BACA JUGA:Asal Mula Suku Kisam, Budaya dan Agamanya

Ia malah sibuk membangun sebuah jembatan cerita untuk film ini, serta penonton dibuat menunggu ‘waktu yang ditunggu-tunggu’ menunjukkan batang hidungnya. 

Terlalu lama membangun sebuah konflik menyebabkan film ini terkuras, elemen romantis maupun perang terasa sekejap dan kurang. 

Sumber: