Kebijakan Subsidi BBM Diganti dengan Bansos Bentuk Kejahatan Struktural Pemerintah

Kebijakan Subsidi BBM Diganti dengan Bansos Bentuk Kejahatan Struktural Pemerintah

lustrasi BANSOS---disway.id -disway. id

 

JAKARTA, PAGARALAMPOS - Kebijakan subsidi selalu menjadi isu sensitif. Selain berkaitan dengan soal kemampuan fiskal pemerintah, juga terkait langsung dengan harga. Fakatnya hari ini, pemerintah telah mengurangi subsidi untuk BBM dan Energi sehingga harga harga mulai merangkak naik. Padahal masyarakat sebelumnya sedang menghadapi masalah dengan harga harga pangan yang tidak stabil seperti minyak goreng, kedelai, lalu akhir akhir ini soal telur. Selain harus hadapi masa sulit dalam masa pemulihan ekonomi akibat pandemi secara keseluruhan.  "Begitu subsidi dicabut tentu akan memicu inflasi, dan tidak hanya akan

BACA JUGA:Shin Tae-yong Bakal Dapat Kontrak Baru, PSSI: Kita Melihat Desak Netizen Menguat

menggerus daya beli masyarakat, namun akan mencekik hidup rakyat kecil yang sudah dalam posisi sulit ekonominya," kata Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto kepada Disway.id, Senin 26 September 2022. Menurut Suroto, kebijakan subsidi energi diganti dengan kompensasi bantuan sosial atau bantalan ekonomi itu tetap sumber uangnya adalah juga dari uang pajak rakyat atau utang negara yang juga utang rakyat. "Artinnya, kebijakan ini sama dengan bentuk kejahatan struktural kalau digunakan prioritasnya itu untuk selamatkan proyek seperti IKN, Kereta Cepat dan lain lain yang tidak ada kaitanya dengan

BACA JUGA:Peringati HUT Farmasi Sedunia, PC IAI Pagaralam Lakukan Giat Cek Kesehatan

nasib hidup matinya rakyat hari ini," ujarnya. "Subsidi itu instrumen penting yang diperlukan masyarakat untuk mengoreksi kegagalan pasar dalam mengelola harga. Kalau inipun dihilangkan maka sebetulnya negara sudah melalaikan tugas konstitusionalnya," sambungnya. Suroto melihatl, masyarakat sebetulnya tidak ingin negara memboroskan anggarannya untuk subsidi. Apalagi jika subsidi itu tidak tepat sasaran, membuat bias harga dan juga jadi beban fiskal secara keseluruhan. "Tapi di negara yang gagal kelola harga dan struktur pasar, satu satunya yang dapat diandalkan adalah mengintervensinya melalui kebijakan subsidi

BACA JUGA:Meriah, Bank Sumsel Babel Bagikan 500 Kupon di Acara Senam Massal

ke masyarakat terutama masyarakat lapis bawah. Kebijakan fiskal ini penting untuk memihak kepada kepentingan orang banyak," tuturnya. Di sisi lain, Suroto tidak sependapat dengan argumentasi seorang ekonom yang mengatakan, bahwa menaikan harga BBM dan energi adalah mengikuti trend global.  "Alasan itu tidak berdasar. Indonesia ini struktur pasarnya dan juga daya beli masyarakatnya tidak sama dengan negara negara yang diperbandingkan," uccapnya. Suroto mencontohkan, seperti negara di Timor Tengah yang diperbandingkan misalnya, mereka itu masyarakatnya dapat alokasi pendapatan dari negara yang cukup

BACA JUGA:H Ilman, Jabat Ketua DPD LDII Pagaralam

untuk hidupnya. Terlebih, mereka juga  tidak dibebani pajak.  "Sedangkan kondisi masyarakat kita di lapisan bawah itu hidupnya sudah kembang kempis akibat pandemi, dan juga tekanan mafia kartel pangan. Jauh sekali kondisinya jika diperbandingkan," terangnya.Jika dibandingkan dengan negara negara Eropa, lanjujt Suroto, pun juga tidak fair, selain tingkat daya belinya memang mereka sudah bagus, struktur pasarnya tidak dikuasai secara oligopolistik dan monopolistik seperti Indonesia."Sedangkan masyarakat kecil di bawah kita itu harus hidup penuh persaingan berdarah darah dengan tetangganya untuk sekedar bertahan hidup,"

tegasnya. "Sementara kue ekonomi nasional kita dikuasai secara kongkalikong sebagian besarnya antara pebisnis kelas konglomerat dengan para elit politik," pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: disway.id