BACA JUGA:ATR/BPN Permudah Akses Informasi PPAT Lewat Aplikasi Sentuh Tanahku
Kembalinya pemuda ke sektor pertanian tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga membawa pola pikir baru.
Aris menilai, petani muda cenderung lebih terbuka terhadap inovasi dibandingkan generasi sebelumnya.
“Kalau petani senior biasanya menanam singkong atau jagung.
Petani muda tidak mau terpaku, mereka mencoba cabai, tembakau, dan komoditas lain yang nilai jualnya lebih tinggi,” katanya.
BACA JUGA:Tim Tenis ATR/BPN Raih Juara III Bersama di SATO Open 2025
Inovasi serupa dilakukan Catur Edy (39), petani muda Desa Soso yang berani mencoba hal baru dengan membangun greenhouse dan membudidayakan melon.
Komoditas tersebut sebelumnya tidak pernah ditanam oleh petani setempat. “Saya ingin ada perbedaan. Tidak mau nanam yang itu-itu saja,” ucapnya.
Langkah Catur menjadi contoh nyata bahwa Reforma Agraria bukan hanya soal distribusi tanah, tetapi juga mendorong diversifikasi produk pertanian.
Inovasi ini membuka peluang pasar baru dan meningkatkan nilai tambah hasil pertanian desa.
BACA JUGA:Percepat Sertipikasi Wakaf, Menteri ATR/BPN Gandeng Kampus dan Pemda di Jawa Timur
Bagi Catur, Reforma Agraria memberikan jaminan keberlanjutan ekonomi bagi keluarganya.
Ia menilai program ini memberi dasar kuat agar pertanian dapat diwariskan ke generasi berikutnya.
“Program ini sangat bermanfaat dan berkelanjutan. Penghasilan meningkat dan bisa terus dijalankan ke depan,” tuturnya.
Ia berharap Kelompok Petani Soso Bintang Bersatu yang baru terbentuk dapat terus berkembang dan menjadi wadah kolaborasi antara petani muda dan senior.
“Harapannya bisa lebih solid dan profesional. Kelompok tani ini masih baru, jadi perlu diperkuat agar terus bertumbuh,” pungkasnya.