PAGARALAMPOS.COM - Perang Padri merupakan salah satu babak penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda.
Konflik besar yang terjadi di Sumatera Barat pada awal abad ke-19 ini melibatkan dua kekuatan utama, yaitu kaum Padri yang dipimpin oleh tokoh-tokoh agama Islam, dan kaum adat yang ingin mempertahankan tradisi lama Minangkabau.
Di tengah pusaran konflik itu, muncul sosok ulama besar yang menjadi simbol perlawanan dan keteguhan iman — Tuanku Imam Bonjol.
Awal Mula Perang Padri
BACA JUGA:Cut Nyak Dien: Pejuang Tangguh dari Serambi Makkah yang Tak Pernah Menyerah!
Perang Padri bermula sekitar tahun 1803, ketika ajaran Islam puritan mulai berkembang di Tanah Minangkabau.
Gerakan ini terinspirasi dari semangat pembaruan Islam yang dibawa oleh jamaah haji dari Mekkah, yang ingin membersihkan praktik keagamaan dari kebiasaan yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.
Mereka kemudian dikenal sebagai kaum Padri.
Di sisi lain, kaum adat menilai gerakan Padri sebagai ancaman terhadap tatanan sosial dan tradisi Minangkabau yang berlandaskan pepatah “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.”
Ketegangan pun memuncak menjadi konflik terbuka antara dua kelompok ini.
Munculnya Imam Bonjol sebagai Pemimpin
BACA JUGA:Kapitan Pattimura: Pahlawan Gagah dari Saparua yang Tak Takut Mati Demi Rakyat!
Tuanku Imam Bonjol, yang bernama asli Muhammad Shahab, lahir pada tahun 1772 di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat. Ia dikenal sebagai ulama berilmu tinggi, berwibawa, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat.
Melihat situasi yang semakin memanas, Imam Bonjol berusaha menyatukan kaum Padri dan kaum adat agar tidak saling bermusuhan.
Namun, kehadiran Belanda yang memanfaatkan perpecahan tersebut justru memperparah keadaan. Awalnya, kaum adat meminta bantuan Belanda untuk melawan kaum Padri.