Setelah Islam masuk ke Kalimantan Timur sekitar abad ke-16 melalui para pedagang dari Kesultanan Banjar dan Makassar, Suku Paser mulai mengenal ajaran baru tersebut.
Proses penyebaran Islam berlangsung damai dan lambat, hingga akhirnya banyak masyarakat Paser yang memeluk agama Islam tanpa meninggalkan sepenuhnya tradisi leluhur mereka.
Akulturasi ini melahirkan perpaduan budaya unik antara adat Dayak dan nilai-nilai Islam yang tetap bertahan hingga kini.
Kehidupan Sosial dan Mata Pencaharian
BACA JUGA:Sejarah Candi Sewu: Keagungan Peninggalan Buddha di Tengah Kompleks Prambanan!
Secara tradisional, masyarakat Paser hidup di sepanjang sungai seperti Sungai Kandilo dan Sungai Telake. Sungai memiliki peran penting sebagai jalur transportasi, sumber air, dan pusat kehidupan ekonomi.
Mata pencaharian utama mereka adalah bertani, berladang, menangkap ikan, serta mengumpulkan hasil hutan seperti rotan dan damar.
Dalam masyarakat Paser, nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong sangat dijunjung tinggi. Mereka memiliki sistem sosial yang teratur di bawah kepemimpinan kepala adat atau kepala kampung.
Setiap keputusan penting, terutama yang menyangkut tanah adat dan kegiatan ritual, selalu melalui musyawarah bersama.
BACA JUGA:Sejarah Patung Dewi Sri: Simbol Kemakmuran dan Kesuburan dalam Budaya Nusantara!
Bahasa dan Kesenian
Bahasa yang digunakan oleh Suku Paser adalah bahasa Paser, yang termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia.
Bahasa ini memiliki banyak kesamaan dengan bahasa Dayak lainnya, namun juga dipengaruhi oleh bahasa Banjar dan Bugis akibat interaksi budaya yang panjang.
Dari sisi seni dan budaya, Suku Paser memiliki beragam kesenian tradisional seperti tarian Jepen, tarian Giring-Giring, serta nyanyian rakyat yang dikenal dengan sebutan belian.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Patung Garuda: Simbol Kemegahan dan Jati Diri Bangsa Indonesia!
Tarian dan musik tradisional ini biasanya ditampilkan dalam upacara adat, pesta panen, atau penyambutan tamu kehormatan.