Meskipun terdengar ekstrem, tradisi ini sebenarnya merupakan simbol penghormatan dan keberanian seorang pria untuk meminang wanita idamannya, dengan restu keluarga dari kedua belah pihak.
BACA JUGA:Mengulik Sejarah Bale Bonder, Rumah Adat sebagai Lambang Persatuan dan Kearifan Lokal Sasak
Agama dan Kepercayaan: Wetu Telu dan Islam Waktu Lima
Suku Sasak memiliki dua sistem kepercayaan utama, yakni Islam Wetu Telu dan Islam Waktu Lima.
Islam Wetu Telu adalah ajaran Islam yang dipadukan dengan kepercayaan lokal, di mana masyarakat hanya melaksanakan tiga waktu salat (Subuh, Zuhur, Magrib) dan masih menjalankan upacara adat seperti nyiwaq (pemujaan leluhur) serta ngayu-ayu (ritual bersyukur).
Sementara Islam Waktu Lima merupakan praktik Islam yang lebih sesuai dengan ajaran umum, menjalankan lima waktu salat dan mengikuti ajaran Al-Qur’an secara utuh.
Meski berbeda dalam praktik, kedua golongan ini hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati.
Kesenian dan Budaya Suku Sasak
Kekayaan budaya Suku Sasak tercermin dari beragam kesenian tradisional yang masih dilestarikan hingga kini.
Beberapa di antaranya adalah:
Gendang Beleq: pertunjukan musik tradisional yang dimainkan oleh puluhan penabuh gendang besar, biasanya untuk menyambut tamu kehormatan atau dalam upacara adat.
Peresean: seni bela diri tradisional menggunakan rotan (penjalin) dan tameng kulit kerbau, melambangkan keberanian dan kejantanan laki-laki Sasak.
Tari Gandrung dan Tari Oncer: tarian yang menggambarkan semangat, kebersamaan, dan kegembiraan masyarakat Sasak.
Tenun Ikat Sukarara: hasil karya tangan wanita Sasak yang terkenal hingga mancanegara, dibuat dengan teknik tradisional tanpa mesin dan motif khas yang sarat makna.
Kesenian-kesenian ini bukan hanya hiburan, tetapi juga menjadi sarana spiritual dan simbol identitas budaya bagi masyarakat Sasak.
BACA JUGA:Bale Bonder: Rumah Adat Sasak yang Sarat Makna Musyawarah dan Nilai Luhur