rosesnya menggunakan teknik cetakan lilin hilang (lost-wax method), di mana bentuk dasar nekara dibuat dari lilin yang kemudian dilapisi tanah liat.
Setelah itu lilin dilelehkan dan digantikan oleh cairan perunggu panas yang dituangkan ke dalam cetakan.
Hasil akhirnya memperlihatkan detail ukiran yang sangat halus dan simetris — bukti bahwa para pengrajin pada masa itu memiliki keahlian luar biasa.
Motif-motif yang terdapat pada permukaan nekara mencerminkan keindahan seni dan simbolisme masyarakat pada zamannya.
Misalnya, motif burung enggang melambangkan kekuatan dan hubungan dengan dunia atas, sedangkan motif perahu menggambarkan kehidupan maritim dan perjalanan roh menuju alam baka.
BACA JUGA:Dari Klenteng hingga Kampung Betawi: Jejak Awal Mula Lahirnya Tari Cokek
Nilai Sejarah dan Pelestarian
Sebagai peninggalan arkeologi, nekara perunggu memberikan informasi penting tentang sistem sosial, kepercayaan, serta hubungan budaya antarwilayah pada masa prasejarah.
Artefak ini menjadi bukti nyata bahwa masyarakat Indonesia telah mengenal perdagangan, ritual keagamaan, dan teknologi canggih jauh sebelum pengaruh India dan Tiongkok masuk ke Nusantara.
Sayangnya, banyak nekara yang kini hilang atau rusak akibat penjarahan dan kurangnya kesadaran akan pentingnya pelestarian benda purbakala.
Upaya pelestarian dan penelitian lebih lanjut perlu terus dilakukan agar generasi mendatang dapat memahami nilai sejarah serta identitas bangsanya melalui warisan megah ini.