Sungai Kapuas menjadi alasan utama pemilihan lokasi tersebut, karena letaknya strategis untuk perdagangan sekaligus pertahanan.
Hingga kini, Pontianak dikenal sebagai “Kota Seribu Parit” karena banyaknya kanal dan aliran air yang terhubung langsung dengan Sungai Kapuas.
Sungai ini pula yang menjadi saksi sejarah tumbuhnya Kesultanan Pontianak, sebuah kekuatan politik yang berperan besar dalam menyatukan masyarakat pesisir dan pedalaman.
BACA JUGA:Propaganda vs. Sindiran: Bagaimana Goebbels Jadi Sasaran Balasan Satir di Perang Dunia II
Dari tepian Kapuas, pengaruh Kesultanan Pontianak menyebar luas, bahkan menjalin hubungan diplomatik dengan bangsa asing.
Kehidupan Masyarakat di Sekitar Sungai
Sampai sekarang, Sungai Kapuas tetap menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Kalimantan Barat.
Di sepanjang alirannya, banyak perkampungan yang masih menggantungkan hidup pada sungai, baik untuk transportasi, mencari ikan, maupun sebagai sumber air bersih.
BACA JUGA:Sejarah dan Nilai Penting Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 bagi Persatuan Indonesia
Sungai Kapuas juga menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati, termasuk ikan arwana super red yang bernilai tinggi di pasar internasional. Selain itu, sungai ini menyimpan potensi wisata yang besar.
Banyak wisatawan datang untuk menyusuri Sungai Kapuas dengan perahu, menikmati pemandangan alam tropis, dan merasakan kehidupan masyarakat lokal yang ramah.
Malam hari di Pontianak, tepian sungai sering ramai dengan aktivitas kuliner dan hiburan rakyat.
Makna Sejarah dan Identitas
BACA JUGA:Ngopi di Jejak Kolonial yang Disulap Jadi Kafe Estetik Kekinian
Sungai Kapuas tidak hanya penting dari sisi geografis, tetapi juga dari perspektif sejarah dan budaya. Dari masa legenda, kerajaan lokal, kolonialisme, hingga era modern, sungai ini selalu menjadi saksi perubahan zaman.
Ia merekam perjalanan panjang peradaban masyarakat Kalimantan Barat, sekaligus menjadi simbol identitas yang menyatukan berbagai suku, agama, dan budaya.