Jadi bisa saja Gadjah Mada adalah simbol dari tokoh yang telah ada sebelumnya dan mewakili semangat persatuan itu.
Sejarawan modern mulai menggali kemungkinan bahwa tokoh Gadjah Mada merupakan hasil dari penggabungan beberapa figur sejarah yang kuat di zamannya.
Termasuk Arya Wiraraja dan juga tokoh-tokoh lokal dari wilayah Jawa Timur dan Bali yang berperan penting namun terlupakan.
Dalam penelusuran teks-teks kuno yang belum banyak diterjemahkan secara modern ditemukan frasa yang menyebut Patih Agung yang datang dari arah timur dan memiliki darah campuran.
BACA JUGA:Jejak Sejarah di Gunung Ulumasen: Dari Asal Usul hingga Makna Nama
Ini membuka kemungkinan bahwa figur Gadjah Mada bukan Jawa murni dan lebih merupakan hasil asimilasi budaya.
Hal lain yang mengejutkan adalah temuan dari Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca.
Dalam bait tertentu ditemukan sanjungan kepada seseorang yang tidak disebut namanya secara langsung namun memiliki deskripsi yang serupa dengan Gadjah Mada.
Tokoh itu digambarkan memiliki wibawa besar namun juga menyimpan rahasia masa lalu yang tak diungkap secara terang.
BACA JUGA:Mengenal Gunung Ulumasen: Sejarah dan Legenda di Balik Namanya
Ini menunjukkan bahwa ada upaya untuk menyamarkan identitas asli atau setidaknya menjaga mitos tetap hidup demi kepentingan politik kerajaan saat itu.
Dalam konteks ini maka Gadjah Mada bisa dilihat bukan hanya sebagai sosok individu tetapi sebagai narasi kolektif bangsa.
Ia menjadi simbol dari pencapaian peradaban dan harapan akan penyatuan yang besar.
Jika benar Gadjah Mada merupakan gabungan tokoh atau gelar dari sistem politik Majapahit maka ini menjelaskan kenapa sejarahnya terlihat sangat sempurna dan kadang terlalu ideal.
BACA JUGA:Sejarah Bukan Buat Orang Tua! Ini Cara Seru Anak Muda Ngulik Zaman Dulu
Karena mitos itu dirawat sebagai alat legitimasi kekuasaan dan pemersatu wilayah yang luas.