BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Kota Pagaralam: Jejak Peradaban Kuno di Kaki Gunung Dempo Kota Perjuangan!
Rumah ini dibangun di atas panggung dengan tinggi sekitar 1 meter dari permukaan tanah.
Lantai rumah terbuat dari campuran tanah liat yang dipadatkan, dicampur dengan abu dan kotoran kerbau agar kuat serta tidak mudah retak.
Penggunaan kotoran ternak bukan tanpa alasan; dalam budaya Sasak, hal ini dianggap dapat mengusir roh jahat sekaligus memperkuat fondasi rumah. Secara umum, rumah Bale Jajar memiliki dua hingga tiga ruang utama.
Bagian depan digunakan untuk menerima tamu laki-laki dan kegiatan sosial, sementara bagian tengah dan belakang digunakan untuk kegiatan domestik dan tempat tidur.
BACA JUGA:Suku Osing, Warisan Leluhur Banyuwangi yang Masih Lestari hingga Kini
Posisi dapur biasanya terletak di belakang atau di bangunan terpisah agar asap tidak mengganggu aktivitas di dalam rumah.
Nilai Filosofis dan Sosial
Lebih dari sekadar tempat tinggal, Bale Jajar memiliki filosofi mendalam yang mencerminkan kehidupan masyarakat Sasak.
Penempatan ruang dan bahan-bahan bangunan dipilih berdasarkan nilai keselarasan dengan alam, ajaran leluhur, dan tata adat.
BACA JUGA:Suku Osing, Warisan Leluhur Banyuwangi yang Masih Lestari hingga Kini
Salah satu nilai yang dipegang teguh adalah konsep tri tangtu yang terdiri dari tiga unsur penting: manusia, alam, dan Tuhan.
Rumah dibangun menghadap arah tertentu yang diyakini mendatangkan keberkahan, dan proses pembangunan rumah dilakukan dengan ritual khusus agar penghuninya diberkahi keselamatan.
Kehadiran Bale Jajar dalam sebuah desa juga berfungsi sebagai penanda keberadaan sistem kekeluargaan yang kuat.
Keluarga besar biasanya tinggal dalam satu kompleks rumah yang saling berdekatan, mencerminkan nilai gotong royong dan saling mendukung dalam kehidupan sehari-hari.
BACA JUGA:Mengenal Suku Osing: Identitas Asli Jawa Timur yang Kaya Tradisi dan Budaya