PAGARALAMPOS.COM - Gunung Rinjani tidak hanya dikenal karena pemandangannya yang memukau dan menjadi tujuan favorit para pendaki, tetapi juga menyimpan cerita mistis yang sudah lama hidup di masyarakat, yaitu legenda Dewi Anjani.
Sosok ini dipercaya bersemayam di puncak Rinjani dan memiliki makna spiritual yang dalam.
Legenda Dewi Anjani tidak hanya menarik karena unsur mistisnya, tapi juga mengandung nilai-nilai penting seperti pengorbanan, keterikatan dengan alam, dan spiritualitas yang melekat dalam kehidupan masyarakat sekitar.
Asal Usul Legenda Dewi Anjani
Menurut cerita yang beredar, Dewi Anjani adalah putri dari Dewi Windradi dan Resi Gotama. Ia mendapatkan sebuah pusaka sakti bernama Cupumanik Astagina yang diberikan oleh Bhatara Surya kepada ibunya dengan syarat pusaka tersebut tidak boleh diperlihatkan kepada siapa pun.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Suku Bajo: Pengembara Laut dari Masa ke Masa!
BACA JUGA:Sejarah Bukit Karst: Jejak Geologi Purba, Warisan Alam, dan Budaya yang Terancam!
Namun, Dewi Windradi melanggar larangan itu karena kasih sayangnya kepada Anjani. Akibatnya, Resi Gotama murka dan mengutuk mereka.
Pusaka tersebut kemudian dilemparkan ke langit dan berubah menjadi sebuah telaga suci. Ketiga anak yang mencoba merebut pusaka itu terkena kutukan dan berubah menjadi kera. Mereka pun diperintahkan untuk bertapa sebagai penebusan dosa.
Dalam pertapaannya, Dewi Anjani bertemu dengan Batara Guru yang memberinya daun sinom—yang kemudian membuatnya mengandung Hanoman, bayi kera putih yang lahir dari kekuatan spiritual.
Versi Lain: Dewi Rinjani, Putri Gunung
Di wilayah Lombok dan Bali, ada versi lain mengenai Dewi Anjani yang juga dikenal sebagai Dewi Rinjani. Ia disebut sebagai putri Raja Datu Tuan dan Dewi Mas, serta saudara dari Raden Nuna dan Dewi Rinjani.
Setelah mengalami pengasingan, Dewi Anjani naik ke puncak gunung dan tinggal di sana sebagai ratu makhluk gaib.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Suku Kluet: Asal Usul, Budaya, dan Perannya dalam Keberagaman Aceh Selatan!
BACA JUGA:Jejak Budaya Maluku di Museum Siwalima: Dari Koleksi Sejarah hingga Kearifan Lokal