Tūtū Ngārāhu dan Ngeri: Haka ini lebih bersifat ekspresif secara emosional, tanpa penggunaan senjata, dan sering digunakan dalam upacara penyambutan atau penghormatan.
Haka dalam Tradisi dan Kehidupan Sosial
Ia digunakan untuk menunjukkan rasa hormat, memperingati peristiwa penting, dan bahkan sebagai bentuk penghormatan terakhir dalam pemakaman.
Tarian ini juga sering digunakan dalam acara pernikahan, pertemuan antar suku, atau momen kebersamaan lainnya.
BACA JUGA:Sejarah Mengenal Jubleg: Alat Tumbuk Padi Tradisional yang Sarat Nilai Budaya dan Kearifan Lokal!
Selain itu, Haka juga menjadi sarana pendidikan budaya bagi generasi muda Māori. Anak-anak diajarkan makna simbolik setiap gerakan dan kata dalam Haka, sebagai bagian dari warisan leluhur yang harus dijaga.
Modernisasi dan Popularitas Global
Popularitas Haka meningkat drastis berkat tim rugby All Blacks dari Selandia Baru, yang selalu menampilkan Ka Mate Haka sebelum pertandingan internasional.
Namun, ketenaran Haka di kancah global tidak lepas dari perdebatan. Banyak pihak di kalangan Māori yang mengkhawatirkan komersialisasi dan pemakaian Haka oleh pihak luar yang tidak memahami makna sakralnya.
Oleh karena itu, ada upaya untuk menetapkan batasan dalam penggunaan Haka agar tetap menghormati nilai-nilai tradisionalnya.
Simbol Identitas Budaya
BACA JUGA:Sejarah Bandara Soekarno-Hatta: Dari Lahan Cengkareng Menuju Gerbang Udara Internasional Indonesia!
Bagi suku Māori, Haka lebih dari sekadar pertunjukan. Ia adalah simbol jati diri, cermin keberanian, dan pengikat komunitas.
Gerakan-gerakannya yang penuh tenaga menggambarkan semangat kolektif yang mendalam, sementara kata-katanya menyuarakan nilai-nilai sejarah, keturunan, dan hubungan spiritual dengan alam.
Dalam dunia yang terus berubah, Haka tetap bertahan sebagai jembatan antara masa lalu dan masa kini.
Ia menjadi contoh nyata bagaimana budaya tradisional bisa beradaptasi, namun tetap menjaga esensi dan kehormatannya.