Bahasa dan Seni
Dikenal sebagai Te Reo Māori, bahasa ini menjadi alat untuk menyampaikan warisan budaya, puisi, cerita rakyat, dan lagu-lagu tradisional seperti waiata.
BACA JUGA:Sejarah Mengenal Jubleg: Alat Tumbuk Padi Tradisional yang Sarat Nilai Budaya dan Kearifan Lokal!
Selama abad ke-19 dan 20, bahasa Māori sempat mengalami penurunan akibat kolonisasi dan dominasi bahasa Inggris.
Namun, berbagai upaya revitalisasi kini telah berhasil mengembalikan kebanggaan terhadap bahasa ini, bahkan menjadi salah satu bahasa resmi Selandia Baru.
Seni Māori juga mencerminkan hubungan spiritual mereka dengan alam dan leluhur.
Selain itu, ukiran kayu (whakairo), tenun (raranga), dan tarian perang haka menjadi ekspresi budaya yang sangat kuat dan masih dipertahankan hingga kini.
Agama dan Kepercayaan
Mereka mempercayai para dewa (atua) yang mengatur berbagai aspek kehidupan dan alam, seperti dewa laut (Tangaroa), dewa hutan (Tāne Mahuta), dan dewi bumi (Papatūānuku).
Ritual persembahan, nyanyian suci, dan pemeliharaan tapu menjadi bagian penting dalam keseharian mereka.
Dengan masuknya misionaris Kristen pada abad ke-19, sebagian besar Māori kemudian memeluk agama Kristen.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Suku Wayoli: Warisan Leluhur dari Pedalaman Pulau Seram!
Namun, kepercayaan tradisional tetap hidup berdampingan dan seringkali menyatu dalam praktik keagamaan modern.
Kolonisasi dan Perjuangan Hak Māori
Kedatangan bangsa Inggris pada abad ke-19 membawa perubahan besar dalam kehidupan Māori.
Perjanjian ini dimaksudkan untuk menjamin hak-hak Māori atas tanah dan kedaulatan mereka, namun penafsiran yang berbeda dalam versi Inggris dan Māori menyebabkan banyak konflik dan ketidakadilan.