Ritual Puasa & Cara Orang Majapahit Mencari Konsep Tuhan dalam Nirarthaprakerta

Senin 16-06-2025,11:43 WIB
Reporter : JOKO
Editor : Sela

Mereka menyepi bukan karena lari dari dunia, tetapi untuk melampaui dunia.

BACA JUGA:Mengenal Sejarah Gunung Lokon: Menelusuri Jejak Vulkanik di Tanah Minahasa!

Pertapaan dipandang sebagai jalan ngaluwihi rasa melampaui pancaindra demi menyadari bahwa dunia hanyalah ilusi (maya). 

Dalam hening, manusia tidak lagi mendengar suara luar, tetapi mulai mendengar suara dalam: suara ilahi.

Konsep ini paralel dengan pandangan spiritual Hindu dan Buddha. 

Namun yang khas dari Majapahit adalah bagaimana ajaran itu diramu dalam konteks lokal Jawa melalui simbol-simbol, bahasa sastra, dan pemujaan pada alam serta leluhur.

Salah satu ajaran utama dalam Nirarthaprakerta adalah konsep Suwung keadaan hampa, kosong, namun penuh potensi. 

BACA JUGA:Sejarah Suku Ogan: Warisan Budaya dari Hulu Sungai Ogan!

Tuhan tidak digambarkan berwujud, melainkan sebagai kesadaran tanpa bentuk yang hadir dalam segala hal. 

Ini selaras dengan konsep Brahman Nirguna dalam Vedanta atau Sunyata dalam Mahayana.

Dalam kepercayaan Majapahit, manusia tak perlu mencari Tuhan di luar, sebab Tuhan hadir dalam batin yang bening. 

Karena itu, puasa dan tapa bukan bentuk penyiksaan diri, melainkan alat pembersih jalan menuju dalam.

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Kawah Putih: Pesona Alam dari Letusan Gunung Patuha!

Majapahit dikenal dengan sinkretismenya kemampuan menggabungkan berbagai ajaran menjadi satu jalan spiritual. 

Di banyak candi Majapahit, arca Siwa, Buddha, dan tokoh lokal ditempatkan berdampingan. 

Hal ini menunjukkan bahwa bagi orang Jawa saat itu, semua ajaran mengarah pada satu tujuan: penyatuan dengan kebenaran ilahi.

Kategori :