Di antara banua dan alang terdapat halaman luas bernama ulu ba’ba, yang digunakan untuk berbagai kegiatan seperti bekerja, menjemur padi, bermain anak-anak, serta sebagai ruang pengikat kompleks. Tempat ini juga menjadi lokasi ritual kematian.
Rumah adat Tongkonan biasanya dihiasi dengan empat warna utama: hitam, kuning, putih, dan merah. Warna-warna tersebut bukan sekadar hiasan, melainkan memiliki makna filosofis.
Putih melambangkan kesucian dan tulang, kuning melambangkan kekuasaan dan berkah dari Tuhan, merah mewakili darah dan kehidupan, dan hitam melambangkan kegelapan serta kematian.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Tugu Poci: Simbol Budaya dan Identitas di Tanah Melayu!
BACA JUGA:Sejarah Tugu Keris Siginjai Jambi: Simbol Kebanggaan dan Warisan Budaya Melayu!
Sebagian besar bahan bangunan Tongkonan terbuat dari kayu, terutama kayu uru yang terkenal kuat dan tahan lama.
Atapnya terbuat dari bambu dan dirancang menyerupai perahu, melambangkan perjalanan nenek moyang Toraja yang menyeberangi lautan menggunakan perahu untuk sampai ke Sulawesi.
Dinding rumah juga dari kayu, dan pembangunan Tongkonan dilakukan tanpa menggunakan paku atau besi sama sekali.
Teknik sambungan kayu tradisional membuat rumah ini kokoh dan tahan lama, mampu bertahan ratusan tahun. Kayu yang digunakan, khususnya kayu uru, dipilih yang berumur minimal 10 tahun, dan proses penebangannya mengikuti adat istiadat setempat untuk menghormati lingkungan dan leluhur