Sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat: Jejak Kejayaan, Perpecahan Mataram, dan Warisan Budaya Jawa!

Rabu 21-05-2025,18:30 WIB
Reporter : Lia
Editor : Almi

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Museum Sumatera Utara: Penjaga Warisan Budaya di Tanah Deli!

Sejak saat itu, Surakarta berdiri sebagai kerajaan yang memiliki otonomi tersendiri di bawah pimpinan Pakubuwana III, sementara saudaranya, Pangeran Mangkubumi, mendirikan Kesultanan Yogyakarta sebagai Sultan Hamengkubuwono I.

Meskipun terpisah, kedua kerajaan ini tetap berpegang teguh pada tradisi Jawa, termasuk sistem kepemimpinan, struktur sosial, dan nilai budaya.

Arsitektur dan Tata Ruang Keraton

Keraton Surakarta dibangun dengan prinsip kosmologi Jawa, di mana setiap elemen arsitektur memiliki makna simbolis.

Bangunan utama menghadap ke utara dan diatur sedemikian rupa agar selaras dengan konsep "sangkan paraning dumadi", yakni filosofi tentang asal-usul dan tujuan hidup manusia.

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Makam Sultan Maulana Hasanuddin: Jejak Islam dan Kejayaan Kesultanan Banten di Banten Lama

  • Di dalam kompleks keraton terdapat berbagai bagian penting, seperti:
  • Pendhapa Ageng, tempat berlangsungnya upacara resmi dan pertemuan kerajaan.
  • Siti Hinggil, pelataran suci yang digunakan untuk upacara keagamaan dan pelantikan raja.
  • Kamandungan dan Sri Manganti, sebagai ruang penerimaan tamu dan aktivitas administrasi.
  • Keraton Dalam, yaitu tempat tinggal raja dan keluarga inti.

Selain itu, bangunan keraton juga dikelilingi oleh benteng dan parit yang berfungsi sebagai perlindungan, serta alun-alun yang menjadi pusat interaksi antara raja dan rakyat.

Peran Keraton dalam Zaman Kolonial dan Kemerdekaan

Selama masa kolonial Belanda, posisi Keraton Surakarta mengalami pergeseran. Meskipun tetap diakui sebagai kerajaan, kekuasaan politiknya dibatasi.

BACA JUGA:Menguak Sejarah Benteng Putri Hijau: Jejak Perlawanan dan Legenda di Sumatra Utara!

Keraton lebih banyak berperan sebagai simbol budaya dan spiritual masyarakat Jawa. Belanda menjadikan keraton sebagai alat legitimasi kekuasaan mereka, namun tidak mencampuri urusan adat secara langsung.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Keraton Surakarta sempat menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia.

Namun, statusnya sebagai daerah istimewa tidak berlangsung lama seperti halnya Yogyakarta. Pada tahun 1946, status istimewa Surakarta dicabut dan wilayahnya dimasukkan ke dalam pemerintahan provinsi Jawa Tengah.

Meskipun tidak lagi memegang kekuasaan administratif, keraton tetap menjadi pusat budaya Jawa yang penting hingga saat ini.

Keraton sebagai Pusat Budaya

Kategori :