BACA JUGA:Sejarah Benteng Kedung Cowek: Warisan Pertahanan dan Perjuangan di Surabaya!
Ini berkaitan dengan keyakinan mereka bahwa alam memiliki "umur" dan harus dijaga agar tidak rusak.
Dalam hal tempat tinggal, Suku Lubu mendiami rumah-rumah kayu kecil yang dibangun secara gotong-royong.
Beberapa kelompok bahkan pernah tinggal di rumah pohon, baik untuk alasan keamanan dari binatang buas maupun sebagai strategi menghindari serangan kelompok lain pada masa lalu.
Namun, karena pengaruh luar yang makin besar, banyak dari generasi muda yang kini fasih berbahasa Minangkabau, Batak Mandailing, bahkan Bahasa Indonesia.
Sistem Sosial dan Kepercayaan
BACA JUGA:Menemukan Keistimewaan dan Rahasia Gunung Leuser dalam Perjalanan Eksplorasi yang Menakjubkan
Struktur sosial Suku Lubu bersifat egaliter, dengan pemimpin adat yang dipilih berdasarkan kearifan, usia, dan pengalaman hidup. Mereka sangat menjunjung tinggi nilai kebersamaan, gotong royong, dan saling membantu.
Ritual-ritual penghormatan terhadap leluhur dan alam dilakukan secara berkala, biasanya dipimpin oleh tetua adat atau dukun kampung.
Seiring berjalannya waktu, sebagian masyarakat Lubu mulai menerima pengaruh agama-agama besar seperti Islam dan Kristen, terutama setelah lebih banyak interaksi dengan masyarakat luar.
Meski demikian, unsur kepercayaan asli tetap terasa kuat dalam berbagai praktik adat mereka.
Ancaman dan Pelestarian
Keberadaan Suku Lubu kini menghadapi tantangan besar. Masuknya industri, perambahan hutan.
serta modernisasi membuat banyak generasi muda Lubu meninggalkan kampung halaman untuk mencari pendidikan atau pekerjaan di kota. Akibatnya, budaya dan bahasa mereka mulai tergerus.
Pemerintah daerah dan sejumlah pemerhati budaya kini mulai bergerak untuk melakukan pendataan, dokumentasi, dan pelestarian terhadap budaya Suku Lubu.