Sebagai pos pengintaian, benteng ini tidak hanya digunakan untuk pertahanan pasif, tetapi juga sebagai pusat logistik dan tempat pengumpulan informasi intelijen kolonial.
Peran Saat Masa Peralihan dan Kemerdekaan
Setelah Belanda hengkang dan Jepang masuk ke Indonesia pada awal 1940-an, Benteng Klingker kemungkinan besar tetap difungsikan, meski dokumentasi masa itu sangat terbatas.
Namun peran penting benteng ini kembali muncul saat Indonesia memasuki masa revolusi kemerdekaan.
Pada era 1945–1949, ketika konflik antara pejuang kemerdekaan dan Belanda meletus kembali dalam bentuk Agresi Militer Belanda I dan II, kawasan Madiun menjadi medan penting.
BACA JUGA:Normandia Berdarah Serangan D-Day yang Membuka Gerbang Kemenangan Sekutu
Benteng Klingker diperkirakan menjadi salah satu basis gerilya atau pos pengintaian rakyat Indonesia, meski belum banyak catatan tertulis yang mengonfirmasi detailnya.
Tak berhenti di situ, benteng ini juga dikaitkan dengan peristiwa politik besar di Madiun, yaitu Pemberontakan PKI tahun 1948.
Meski bukan pusat dari pemberontakan, lokasi Benteng Klingker yang relatif tersembunyi menjadikannya lokasi strategis dalam konteks konflik bersenjata saat itu.
Arsitektur dan Kondisi Terkini
BACA JUGA:Sejarah Danau Ranau: Warisan Geologi dan Budaya di Perbatasan Sumatera Selatan dan Lampung!
Secara fisik, Benteng Klingker tidak semegah benteng-benteng besar yang dibangun VOC di daerah pesisir.
Benteng ini lebih menyerupai bunker atau pos penjagaan berdinding tebal dengan lubang-lubang kecil sebagai tempat pengintaian dan senjata.
Struktur bangunannya menggunakan batu bata dan semen yang cukup kokoh, meski kini telah banyak bagian yang runtuh atau ditumbuhi semak.
Sebagian masyarakat sekitar masih bisa menunjukkan sisa-sisa dinding dan bentuk pondasi asli benteng ini.
Lokasinya sendiri berada di daerah yang agak tersembunyi, dikelilingi oleh pepohonan dan lahan pertanian, sehingga suasana di sekitarnya terasa tenang namun menyimpan aura sejarah yang kuat.