Seuramoe Likot (Serambi Belakang): Digunakan untuk keperluan domestik seperti memasak dan mencuci. Biasanya juga menjadi tempat beraktivitas kaum perempuan.
Selain itu, ornamen ukiran yang rumit dan kaya simbol menjadi bagian tak terpisahkan dari rumah Krong Bade.
Motif-motif yang digunakan sering kali terinspirasi dari alam, seperti bunga, sulur, dan hewan, yang diukir pada bagian dinding, pintu, serta tiang rumah.
Motif ini tak sekadar dekoratif, melainkan juga mengandung makna filosofis dan religius.
Filosofi dan Makna Budaya
Rumah Krong Bade bukan hanya sebuah tempat tinggal; ia adalah cerminan sistem nilai masyarakat Aceh yang sangat religius, komunal, dan hierarkis.
Bahan-bahan bangunan seperti kayu meranti, kayu ulin, atau kayu krueng digunakan karena ketahanannya terhadap cuaca tropis dan makna simbolisnya.
Proses pembangunannya pun dilakukan secara gotong royong, memperkuat nilai kolektivitas yang dijunjung tinggi masyarakat Aceh.
Peran Rumah Krong Bade di Masa Kini
Meskipun fungsi aslinya sebagai rumah tinggal sudah mulai berkurang akibat perubahan gaya hidup modern, Rumah Krong Bade tetap dijaga sebagai ikon budaya Aceh.
BACA JUGA:Jejak Spiritual dan Lingkungan Kuno di Pegunungan Meratus!
Saat ini, banyak rumah Krong Bade yang dijadikan sebagai bagian dari museum, rumah adat, atau bangunan simbolik dalam acara-acara kebudayaan dan kenegaraan.
Replika Rumah Krong Bade bahkan sering dijadikan sebagai representasi visual Provinsi Aceh dalam pameran budaya nasional dan internasional, seperti Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) atau Indonesia Cultural Expo.
Simbol Ketahanan dan Identitas
Di tengah arus globalisasi dan modernisasi, rumah ini tetap berdiri sebagai simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Aceh.