Kelompok manusia purba ini tinggal di berbagai lingkungan, seperti hutan, padang rumput, dan sabana, yang mengalami perubahan iklim antara musim basah dan kering.
Kawasan ini kaya akan sumber daya alam, memungkinkan mereka berburu rusa, domba, dan kambing sebagai makanan utama.
Masyarakat pada waktu itu mengikuti pola hidup musiman, tinggal di dataran rendah selama musim dingin dan berpindah ke daerah pegunungan saat suhu lebih hangat.
Secara fisik, mereka kemungkinan memiliki kulit gelap dan rambut hitam, mirip dengan beberapa populasi di Afrika Timur saat ini.
BACA JUGA:Sejarah Misteri Danau Laut Tawar: Legenda dan Keindahan yang Menyimpan Rahasia!
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah dan Misteri Pulau Abang: Keindahan Alam dan Cerita Tak Terungkap!
Seiring waktu, mereka mulai mengembangkan budaya, yang tercermin dalam seni gua yang ditemukan di berbagai tempat.
Penyebaran mereka ke berbagai wilayah menghasilkan variasi genetik yang dapat diamati pada populasi Asia Timur dan Eropa.
Bukti DNA dan Interaksi dengan Neanderthal
Dalam penelitian ini, genom manusia purba berusia 45 hingga 35 ribu tahun dianalisis, mengungkapkan jejak percampuran genetik yang terjadi selama ribuan tahun. Peneliti juga mengidentifikasi lokasi awal penyebaran Homo sapiens.
Sebelum migrasi besar sekitar 60 hingga 70 ribu tahun lalu, Homo sapiens sudah mulai melakukan perjalanan kecil keluar dari Afrika, meskipun migrasi awal ini tidak berlangsung lama.
BACA JUGA:Terungkap Inilah Momen Bersejarah Lahirnya Partai Nasional Indonesia
BACA JUGA:Sejarah dan Misteri Pantai Marina: Antara Keindahan Alam dan Kisah Gaib yang Menghantui!
Neanderthal, yang lebih dulu menghuni wilayah tersebut, kemungkinan besar berinteraksi dan melakukan perkawinan silang dengan Homo sapiens, yang terbukti dari jejak DNA Neanderthal dalam populasi manusia non-Afrika saat ini.
Penemuan ini memberi wawasan tentang bagaimana nenek moyang kita pertama kali meninggalkan Afrika dan mulai menjelajahi dunia, membentuk sejarah evolusi manusia yang kita kenal saat ini.