Dari benteng ini, Belanda mengatur strategi monopoli perdagangan rempah-rempah, melakukan perjanjian dengan raja-raja lokal, hingga menekan perlawanan dari rakyat yang menolak dominasi asing.
Salah satu peristiwa besar yang terkait dengan Benteng Oranje adalah perlawanan Sultan Khairun dan Sultan Baabullah dari Kesultanan Ternate terhadap Portugis dan Belanda, yang menandai ketegangan antara kekuasaan lokal dan kolonial.
Arsitektur dan Struktur Benteng
Secara fisik, Benteng Oranje memiliki bentuk persegi panjang dengan empat bastion (menara penjaga) di tiap sudutnya.
BACA JUGA:Menyelami Keindahan dan Misteri Pulau Nusa Barong Jawa Timur: Surga Tersembunyi di Laut Selatan
Dindingnya yang tebal dan tinggi dibangun menggunakan batu karang dan batu bata merah yang diimpor dari luar Ternate.
Di bagian dalam benteng terdapat barak tentara, gudang penyimpanan senjata, serta bangunan administratif.
Salah satu keunikan dari benteng ini adalah perpaduan antara gaya arsitektur Eropa dengan adaptasi lokal.
Lubang-lubang meriam menghadap langsung ke arah laut, memungkinkan pertahanan optimal terhadap serangan musuh dari jalur perairan.
BACA JUGA:Menguak Kisah Sejarah Suku Mante: Jejak Misterius Penghuni Tertua Aceh!
Meskipun usianya sudah lebih dari 400 tahun, struktur Benteng Oranje masih berdiri kokoh hingga kini, menjadi bukti keahlian teknik bangunan masa lampau.
Masa Kemunduran dan Pelestarian
Seiring melemahnya kekuasaan VOC dan beralihnya kekuasaan kolonial ke tangan pemerintah Hindia Belanda, peran strategis Benteng Oranje mulai menurun.
Pada abad ke-19, fungsinya perlahan beralih menjadi pusat militer biasa dan sebagian menjadi kawasan administratif lokal.
BACA JUGA:Sejarah Masjid Quba: Masjid Pertama dalam Islam yang Dibangun Langsung oleh Nabi Muhammad SAW!
Pada masa kemerdekaan Indonesia, benteng ini sempat tidak terurus dengan baik. Namun, pada awal abad ke-21, perhatian pemerintah daerah dan masyarakat terhadap pelestarian situs sejarah mulai meningkat.