Puncaknya adalah peristiwa Malari, 15 Januari 1974.
Demonstrasi menolak kunjungan PM Jepang Tanaka di Jakarta berubah menjadi kerusuhan.
Mobil dibakar, toko dijarah.
Mahasiswa, yang semula hanya ingin menyuarakan keresahan, terjebak dalam permainan api. Rezim Soeharto merespons cepat.
BACA JUGA:Sejarah Gua Telapak Tangan Sangkulirang: Warisan Prasejarah di Kalimantan Timur!
KAMI dibubarkan Banyak aktivis ditangkap Media dikekang, Sejak saat itu, gerakan mahasiswa masuk ke fase senyap gerilya ideologis di ruang-ruang diskusi kampus.
Namun bukan berarti mereka menyerah.
Tahun 1980-an, gerakan mBACA JUGA:Menelusuri Sejarah Bukit Jokowi: Dari Lahan Terlantar Menjadi Simbol Harapan!ahasiswa lahir kembali.
Kali ini lebih terorganisir, lebih ideologis, dan jauh lebih sadar bahwa melawan Soeharto bukan perkara sehari dua hari.
BACA JUGA:Sejarah Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto: Dari Kerja Paksa Kolonial hingga Warisan Dunia UNESCO!
Di bawah tekanan militer, mahasiswa membentuk kelompok-kelompok studi seperti LSM, Forum Reaktivis, dan jaringan bawah tanah.
Mereka bicara soal demokrasi, HAM, dan keadilan sosial tema-tema yang tabu kala itu.
Tentu saja, banyak yang kemudian diculik atau hilang dalam senyap, Tapi semakin ditekan, semakin besar pula tekad.
Gelombang reformasi mulai terasa akhir 1990-an krisis moneter 1997 menjadi pemantik.
BACA JUGA:Sejarah Bukit Teletubbies: Dari Alam Liar Menjadi Ikon Wisata Instagramable!
Mahasiswa dari berbagai kampus dari UI, UGM, Unpad, hingga kampus-kampus swasta bersatu.