Kita dapat membayangkan rumah tangga di masa depan yang sepenuhnya mandiri secara energi.
Mereka tidak bergantung pada jaringan listrik nasional, tidak perlu membayar tagihan bulanan, dan sangat ramah lingkungan.
Namun, masa depan energi terbarukan tidak hanya soal teknologi, tapi juga kebijakan. Negara-negara yang cepat beradaptasi dengan insentif dan regulasi cerdas akan menjadi pionir.
BACA JUGA:Mengejutkan Inilah Teknologi Web 4.0 yang Bakal Mengguncang Dunia Digital
Jerman, misalnya, telah menunjukkan bahwa pergeseran besar-besaran ke energi terbarukan bukan utopia.
Di tahun-tahun tertentu, mereka bahkan mampu menghasilkan lebih dari 50% kebutuhan listriknya dari energi hijau.
Indonesia pun punya potensi luar biasa.
Kita seharusnya menjadi raksasa energi surya Asia Tenggara karena kita adalah negara tropis dengan paparan sinar matahari hampir sepanjang tahun.
BACA JUGA:Tak Lagi Fiksi, Kota yang Berbicara Lewat Teknologi Kini Jadi KenyataanNamun, kenyataannya masih jauh panggang dari api.
Infrastruktur yang belum merata, biaya awal yang tinggi, dan regulasi yang kurang mendukung membuat energi surya seperti permata yang belum digali.
Tapi harapan tetap ada. Beberapa startup lokal mulai menjual paket instalasi surya dengan skema cicilan.
Pemerintah juga mulai mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan melalui Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
BACA JUGA:HP Samsung Lipat, Desain Premium dan Teknologi Layar Fleksibel
Dan yang paling menggembirakan, generasi muda kini lebih sadar akan pentingnya keberlanjutan—bukan sekadar jargon, tapi menjadi pilihan hidup.
Jika tren ini terus berlanjut, maka satu dua dekade ke depan, kita mungkin akan menyaksikan revolusi energi besar-besaran.
Bukan lewat ledakan teknologi yang bising, tapi lewat senyapnya panel surya yang bekerja tanpa suara, menyerap cahaya, dan mengubahnya menjadi harapan baru bagi bumi.