Candi utama berbentuk persegi dengan ukuran sekitar 13,65 x 13,65 meter dan tinggi sekitar 7,5 meter. Di tengah-tengahnya terdapat sebuah ruangan (garbhagriha) yang berisi lingga-yoni dan arca Siwa.
BACA JUGA:Pengepungan di Bukit Duri dan Sejarah Kekerasan Terhadap Etnis Tionghoa di Indonesia
Di sekitar candi utama, terdapat pagar batu dengan empat pintu masuk yang mengarah ke empat mata angin.
Setiap sudut pagar dihiasi oleh patung-patung penjaga (Dwarapala) yang memegang gada sebagai simbol perlindungan.
Yang menarik, dinding luar candi dihiasi dengan relief-relief sederhana yang menggambarkan makhluk mitologi seperti naga dan makara, makhluk air dalam cerita Hindu-Buddha.
Walaupun ukirannya tidak serumit candi-candi besar seperti Prambanan, detail-detail ini tetap menunjukkan kemahiran para pemahat masa itu.
Fungsi dan Peran Candi
BACA JUGA:Sejarah dan Peran Museum Keris Nusantara dalam Melestarikan Warisan Budaya Indonesia di Bandung!
Sebagaimana candi Hindu lainnya di masa Mataram Kuno, Candi Sambisari kemungkinan besar digunakan sebagai tempat pemujaan dan ritual keagamaan.
Para pendeta dan umat Hindu masa itu mungkin berkumpul di kompleks ini untuk melakukan upacara penyembahan terhadap Dewa Siwa dan dewa-dewa lain yang berhubungan.
Selain itu, candi ini juga berfungsi sebagai simbol kekuasaan raja atas wilayahnya.
Membangun candi adalah bentuk legitimasi politik dan spiritual, memperkuat posisi raja sebagai penguasa dunia sekaligus pelindung tatanan kosmik menurut kepercayaan Hindu.
BACA JUGA:Sejarah Museum Talaga Manggung: Melestarikan Warisan Budaya dan Sejarah Kabupaten Majalengka!
Pelestarian dan Wisata
Setelah lebih dari dua dekade proses rekonstruksi yang rumit, Candi Sambisari akhirnya dibuka untuk umum. Kini, candi ini menjadi salah satu destinasi wisata budaya yang menarik di Yogyakarta.
Pengunjung bisa menikmati keindahan candi sambil membayangkan bagaimana suasana di masa lalu, saat kompleks ini masih digunakan untuk aktivitas keagamaan.