Pada abad ke-19, daerah-daerah dari Kabupaten Blitar, Ponorogo, dan Pacitan turut disumbangkan untuk memperluas wilayah Ngrowo, yang meliputi kawasan seperti Ngunut, Tranggalih, serta wilayah pesisir seperti Ngrajun, Panggul, Prigi, dan Jombok.
Beberapa daerah ini kini menjadi bagian dari Kabupaten Trenggalek.
Pada tahun 1901, pemerintah resmi mengubah nama Ngrowo menjadi Tulungagung di bawah kepemimpinan Bupati R.T. Partowidjojo.
BACA JUGA:Warungboto: Situs Sejarah yang Terlupakan, Kini Jadi Primadona Wisata?
BACA JUGA:Sudah Tahu Sejarah Perayaan Imlek di Indonesia?! Yuk, Simak!
Nama ini menggambarkan tak hanya potensi alam, tetapi juga semangat kebersamaan masyarakat dalam membangun wilayahnya.
Identitas dan Semangat Kebersamaan
Meski Tulungagung sering dijuluki sebagai "kota banjir" karena aliran sungai yang melintasi wilayahnya, di balik julukan tersebut terdapat kekayaan alam yang luar biasa.
Masyarakat Tulungagung terus berusaha untuk mengembangkan daerah ini, dengan mengandalkan potensi alam serta kebersamaan dalam mengatasi berbagai tantangan.
Pemerintah dan masyarakat bekerja sama untuk memanfaatkan kekayaan alam yang ada dan mendorong kemajuan kota ini.
BACA JUGA:Menyingkap Sejarah Kejayaan Kerajaan Demak dan Peranannya dalam Penyebaran Islam di Nusantara
BACA JUGA:Mengenal Dampak Sejarah Supersemar terhadap Perkembangan Indonesia
Nilai kebersamaan dan prinsip "pertolongan besar" tetap menjadi pedoman dalam setiap langkah pembangunan di Tulungagung.
Harapan dan Aspirasi
Dengan sejarah yang panjang dan potensi alam yang melimpah, Tulungagung terus berkembang menjadi kota yang penuh makna.
Nama "Tulungagung" lebih dari sekadar identitas—ia adalah simbol harapan dan kemajuan yang akan terus diwariskan kepada generasi mendatang.