Sistem sosial di Aceh berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam, dengan struktur yang jelas antara kelas atas dan kelas bawah.
BACA JUGA:Pangdam II/Sriwijaya Pimpin Sertijab, Brigjen TNI Adri Koesdyanto Jabat Danrem 044/Gapo
Kelas atas terdiri dari keluarga kerajaan, bangsawan, dan para ulama yang memegang peranan penting dalam kehidupan sosial dan politik.
Keluarga kerajaan Aceh dianggap sebagai garis keturunan yang paling dihormati dan memiliki akses langsung kepada Sultan.
Selain itu, para ulama atau cendekiawan Islam memegang peran sentral dalam kehidupan masyarakat Aceh.
Mereka tidak hanya bertindak sebagai pengajar agama tetapi juga sebagai penasihat Sultan dalam hal hukum dan kebijakan negara.
BACA JUGA:Mengapa Situs Bersejarah Suku Tolaki Begitu Menarik? Temukan Keunikannya!
Ulama ini memainkan peran penting dalam menjaga ketertiban sosial dan mengawasi pelaksanaan hukum-hukum syariah yang berlaku di kerajaan.
Kelas menengah di Aceh biasanya terdiri dari pedagang, petani, dan pekerja kerajinan.
Kerajaan Aceh memiliki hubungan perdagangan yang luas dengan negara-negara di sekitar Selat Malaka, bahkan hingga Timur Tengah, India, dan Cina.
Pedagang Aceh banyak yang berasal dari berbagai latar belakang etnis, termasuk Melayu, India, Arab, dan Cina.
BACA JUGA:Mengapa Situs Bersejarah Suku Tolaki Begitu Menarik? Temukan Keunikannya!
Mereka berperan penting dalam perekonomian kerajaan yang bergantung pada ekspor rempah-rempah, terutama lada, yang sangat berharga di pasar dunia.
Di bawah kelas menengah, terdapat rakyat jelata, yang mayoritas berprofesi sebagai petani atau buruh.
Meskipun menjadi kelas bawah, mereka tetap dihormati dalam masyarakat Aceh, karena mereka berperan dalam menjaga ketahanan pangan kerajaan.
Petani di Aceh mengelola lahan pertanian yang subur di sepanjang pesisir dan daerah pegunungan, dengan sebagian besar hasil pertanian mereka digunakan untuk memenuhi kebutuhan kerajaan.