PAGARALAMPOS.COM - Kain jumputan merupakan salah satu kerajinan khas Kota Palembang yang telah menjadi bagian dari warisan budaya yang bernilai tinggi.
Dalam sejarahnya, kain ini berawal dari pengaruh kebudayaan luar yang masuk ke Indonesia pada masa lalu.
Proses pembuatannya dan makna budaya yang terkandung di dalamnya menjadikannya lebih dari sekadar sebuah kerajinan tekstil biasa.
Sejarah Kain Jumputan
Kain jumputan, yang sering disebut sebagai kain pelangi, memiliki akar sejarah yang sangat panjang.
BACA JUGA:Bagaimana Suku Amungme Menghadapi Dunia Modern? Ini Ceritanya!
BACA JUGA:Benarkah Suku Tidore Masih Mempertahankan Tradisi Lama? Lihat Fakta Menariknya!
Pada masa kerajaan Sriwijaya, wilayah Sumatera, termasuk Palembang, menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan banyak negara, termasuk Tiongkok.
Pada abad ke-7 dan ke-8, pengaruh kebudayaan Tiongkok membawa serta kain sutra dan benang sutra, yang kemudian menginspirasi teknik pembuatan kain jumputan.
Teknik ini dikenal dengan nama "tie and dye", yang berasal dari budaya Tiongkok dan India.
Di Jawa, kain jumputan juga dikenal dengan nama kain sinde. Kain ini digunakan dalam berbagai upacara dan sebagai kain selempang, khususnya dalam budaya Jawa.
BACA JUGA:Monumen Pancasila Sakti: Jejak Sejarah Perjuangan Bangsa dalam Menghargai Ideologi Negara
BACA JUGA:Miliki Banyak Suku dan Adat Istiadat. Inilah Fakta Menarik Suku Timor Nusa Tenggara
Seiring dengan masuknya pengaruh budaya Jawa ke Palembang pada abad ke-16, teknik membuat kain jumputan berkembang dan menyatu dengan kebudayaan lokal.
Teknik Pembuatan Kain Jumputan