Sidang terakhir yang menjadi tempat pembacaan Sumpah Pemuda berlangsung di Jalan Kramat Raya No. 106, yang kini menjadi Museum Sumpah Pemuda.
Peran Lagu "Indonesia Raya"
Pada Kongres Pemuda II, Wage Rudolf Supratman memperkenalkan lagu "Indonesia Raya" untuk pertama kalinya.
Lagu ini dimainkan dengan biola tanpa lirik, karena khawatir ditangkap oleh Belanda jika lirik lagu kemerdekaan tersebut dinyanyikan.
Meskipun demikian, lagu ini berhasil menggugah semangat persatuan para peserta kongres dan kemudian menjadi lagu kebangsaan Indonesia.
BACA JUGA:Taman Sari Aceh: Warisan Sejarah dan Kebudayaan Islam di Tanah Air
Peran Wanita dalam Sumpah Pemuda
Meski kebanyakan peserta Kongres Pemuda adalah pria, peran wanita dalam Sumpah Pemuda juga tidak bisa diabaikan.
Salah satunya adalah Johanna Masdani, seorang pemudi yang turut hadir dan aktif dalam pergerakan pemuda.
Kehadiran wanita dalam kongres ini menandakan bahwa perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia melibatkan seluruh elemen masyarakat, tanpa memandang gender.
Bahasa Melayu Sebagai Bahasa Persatuan
Dalam Sumpah Pemuda, bahasa Indonesia diakui sebagai bahasa persatuan.
BACA JUGA:Taman Sari: Memahami Sejarah dan Keanggunan Warisan Budaya Yogyakarta
Menariknya, bahasa Indonesia yang digunakan saat itu sebenarnya adalah bahasa Melayu, yang menjadi lingua franca di Nusantara.
Pemilihan bahasa Melayu ini dilakukan karena lebih mudah dipahami oleh masyarakat dari berbagai suku, dibandingkan dengan bahasa Jawa yang saat itu juga populer.
Tonggak Lahirnya Nasionalisme Modern