Benteng ini memiliki fungsi utama sebagai pusat pemerintahan dan kediaman Sultan Mahmud Badaruddin II beserta keluarganya.
BACA JUGA:Mengenal Sejarah Kerajaan Tanjungpura, Pusat Kekuasaan Kuno di Kalimantan
Selain itu, Benteng Kuto Besak juga berfungsi sebagai markas militer untuk mengkoordinasikan pertahanan terhadap ancaman musuh, baik dari darat maupun dari sungai.
Sungai Musi yang terletak tepat di depan benteng berperan sebagai jalur transportasi utama dan sekaligus sebagai bagian dari sistem pertahanan.
Di dalam benteng ini juga terdapat berbagai bangunan pendukung, seperti istana sultan, masjid, barak prajurit, serta gudang penyimpanan senjata dan logistik.
Karena lokasinya yang strategis, Benteng Kuto Besak menjadi pusat kekuasaan politik dan militer Kesultanan Palembang Darussalam selama bertahun-tahun.
BACA JUGA:Sejarah Kerajaan Sumedang Larang: Dari Awal Berdiri hingga Masa Kejayaan
Konflik dengan Kolonial Belanda
Pada awal abad ke-19, hubungan antara Kesultanan Palembang dan Belanda semakin memanas.
Puncaknya terjadi pada tahun 1821, ketika Belanda melancarkan serangan besar-besaran terhadap Kesultanan Palembang.
Dalam serangan ini, Benteng Kuto Besak menjadi saksi bisu perlawanan sengit yang dilakukan oleh pasukan Sultan Mahmud Badaruddin II.
Namun, setelah beberapa kali serangan, Kesultanan Palembang akhirnya jatuh ke tangan Belanda.
BACA JUGA:Kerajaan Singhasari: Jejak Sejarah dan Kejayaan di Jawa Timur
Sultan Mahmud Badaruddin II ditangkap dan diasingkan ke Ternate, dan Palembang resmi berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda.
Benteng Kuto Besak kemudian diambil alih oleh Belanda dan digunakan sebagai pusat pemerintahan kolonial.
Meskipun demikian, bangunan ini tetap menjadi simbol perlawanan rakyat Palembang terhadap penjajah.