Kesultanan Tidore: Dari Perdagangan Rempah hingga Perlawanan Terhadap Kolonial

Senin 21-10-2024,14:30 WIB
Reporter : Gelang
Editor : Almi

PAGARALAMPOS.COM - Kesultanan Tidore adalah salah satu kerajaan Islam tertua dan terbesar di kawasan Maluku, Indonesia.

Berdiri di Pulau Tidore, kerajaan ini memainkan peran penting dalam sejarah politik dan ekonomi Nusantara, terutama dalam perdagangan rempah-rempah yang menjadi komoditas utama saat itu.

Kesultanan ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 hingga abad ke-18, dan terlibat dalam berbagai dinamika politik lokal maupun internasional, terutama dalam menghadapi penjajahan kolonial Eropa.

Awal Mula Kesultanan Tidore

Kesultanan Tidore diperkirakan berdiri pada awal abad ke-12.

BACA JUGA:Kerajaan Singhasari: Jejak Sejarah dan Kejayaan di Jawa Timur

Tidore dan Ternate adalah dua kerajaan besar di Maluku yang memiliki hubungan sejarah dan kebudayaan yang erat, meskipun sering berkompetisi satu sama lain.

Kesultanan Tidore memeluk agama Islam pada akhir abad ke-15, seperti halnya Kesultanan Ternate, yang menjadikan keduanya kekuatan Islam di wilayah timur Nusantara.

Sultan pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Ciriliyah, yang memerintah sekitar tahun 1495.

Setelah itu, Kesultanan Tidore mulai memperkuat identitasnya sebagai kerajaan Islam dan menjalin hubungan dengan berbagai kerajaan Islam lainnya, termasuk Kerajaan Aceh dan Kesultanan Demak.

BACA JUGA:Dari Perdagangan hingga Kebudayaan: Sejarah Kesultanan Siak

Pengaruh Islam juga semakin memperkaya kebudayaan Tidore, yang sebelumnya dipengaruhi oleh animisme dan dinamisme.

Puncak Kejayaan dan Rivalitas dengan Ternate

Pada abad ke-16, Tidore dan Ternate dikenal sebagai dua kekuatan utama di Maluku.

Kedua kerajaan ini mengendalikan jalur perdagangan rempah-rempah, terutama cengkeh, yang menjadi komoditas paling berharga pada masa itu.

Kategori :