Selain itu, kesultanan ini juga dikenal sebagai penghubung antara masyarakat pribumi dengan pedagang asing, seperti Tiongkok dan India, yang membawa budaya dan agama baru.
BACA JUGA:Mengenal Kesultanan Bima: Peranannya dalam Sejarah dan Budaya Indonesia Timur
Proses percampuran budaya ini juga turut membentuk identitas masyarakat Gunung Tabur yang kental dengan pengaruh Islam serta budaya lokal.
Kehidupan Sosial dan Budaya
Kesultanan Gunung Tabur memiliki sistem pemerintahan yang cukup terstruktur, dengan seorang Sultan sebagai kepala pemerintahan dan penasihat-penasihat dari kalangan bangsawan yang turut berperan dalam pengambilan keputusan penting.
Di bawah Sultan, terdapat berbagai jabatan administratif yang membantu mengelola kehidupan masyarakat, seperti kepala desa dan para penguasa wilayah.
Dalam kehidupan sosial, masyarakat Gunung Tabur hidup dengan cara yang sangat bergantung pada hasil alam, terutama pertanian dan perikanan.
BACA JUGA:Kesultanan Berau: Sejarah, Kemakmuran, dan Warisan Budaya di Kalimantan Timur
Namun, dengan kedatangan pedagang dan koloni dari luar, masyarakat juga terlibat dalam perdagangan barang-barang, seperti rempah-rempah dan hasil pertanian.
Budaya masyarakat Gunung Tabur sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam yang berkembang pesat sejak masa kesultanan.
Hal ini terlihat dari banyaknya tradisi keagamaan yang masih dilestarikan hingga kini, seperti upacara pernikahan, khatam Al-Qur'an, dan berbagai perayaan Islam lainnya.
Kemunduran dan Warisan
Kesultanan Gunung Tabur mengalami kemunduran pada abad ke-19 seiring dengan datangnya penjajahan Belanda yang mulai menguasai wilayah Kalimantan.
BACA JUGA:Kebangkitan dan Kejayaan Kesultanan Banten: Sejarah Kerajaan Maritim yang Makmur
Meski begitu, banyak warisan budaya yang masih hidup hingga saat ini, termasuk kerajinan tangan, seni, dan tradisi lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Kini, meskipun kesultanan ini sudah tidak ada, nama Gunung Tabur tetap dikenang sebagai simbol kejayaan masa lalu.