PAGARALAMPOS.COM - Suku Moronene, yang menghuni wilayah Kabupaten Bombana dan Kepulauan Kabaena di Sulawesi Tenggara, merupakan kelompok etnis dengan sejarah dan tradisi yang mendalam, menjadikannya bagian integral dari kekayaan budaya Indonesia.
Asal Usul dan Sejarah
Suku Moronene diyakini sebagai salah satu kelompok etnis awal yang menetap di Sulawesi Tenggara.
Mereka tergolong dalam kelompok Proto Malayan yang diduga berasal dari Hindia sekitar 2000 tahun SM.
Meskipun pada abad ke-18 menghadapi tantangan dari suku-suku lain yang memasuki wilayah mereka, jejak sejarah mereka masih dapat dirasakan hingga kini.
Nama "Moronene" berasal dari gabungan kata "moro," yang berarti "mirip," dan "nene," yang mengacu pada "pohon resam." Pohon resam, sejenis tanaman paku yang tumbuh subur di daerah ini, memiliki berbagai kegunaan, termasuk sebagai bahan tali dan pembungkus makanan tradisional.
Kehidupan Nomaden dan Permukiman
Pada awalnya, suku Moronene menjalani kehidupan nomaden, berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lain.
Namun, mereka kemudian menetap di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Sebuah peta yang dibuat oleh pemerintah Belanda pada tahun 1820 mencatat Kampung Hukaea sebagai salah satu pemukiman terbesar suku Moronene, yang kini menjadi bagian dari kawasan taman nasional.
Permukiman mereka tersebar di beberapa kabupaten di Sulawesi Tenggara, termasuk Kota Kendari. Pada tahun 1952-1953, banyak di antara mereka yang terpaksa berpindah tempat akibat ketidakstabilan keamanan.
Kampung Hukaea, Laea, dan Lampopala dikenal sebagai Tobu Waworaha, lokasi yang penting dalam sejarah dan budaya suku ini.
Kebudayaan dan Adat Istiadat
Suku Moronene dikenal akan keramahan, penghormatan terhadap orang tua, dan semangat persahabatan yang kental.
Budaya mereka menekankan sopan santun, yang tercermin dalam istilah "Ampadea," yang berarti bertindak dengan sopan.