Dahulu, mereka bergantung pada kegiatan berkebun dan melaut sebagai mata pencaharian utama.
Namun, seiring waktu, mereka telah beralih ke berbagai profesi lain, termasuk pengusaha, pedagang, pejabat, dan pegawai negeri sipil.
Meskipun begitu, mereka tetap mempertahankan adat dan budaya mereka, berbaur dengan suku-suku lain di Aceh.
Distribusi di Kecamatan
BACA JUGA:Keberagaman Budaya Suku Kayu Agung: Tradisi dan Kehidupan Sehari-hari
Komunitas Aneuk Jamee tidak terkonsentrasi di satu tempat tertentu saja. Mereka tersebar dan bercampur dengan masyarakat Aceh lainnya.
Di beberapa kecamatan di Aceh Selatan, seperti Blang Pidie, Susoh, Tangan-tangan, Labuhan Haji, dan Sama Dua, suku Aneuk Jamee memiliki kehadiran yang signifikan.
Khususnya di Kecamatan Tapaktuan, mayoritas penduduk asli adalah suku Aneuk Jamee, dengan pendatang dari kecamatan lain sebagai pengecualian.
Di Mukim Kandang, Kecamatan Kluet Selatan, Aneuk Jamee terpusat di wilayah pantai, sementara penduduk lainnya adalah suku Aceh dan Kluet.
BACA JUGA:Mistisitas Suku Gumai: Menggali Warisan Spiritual yang Hidup
Keunikan Budaya
Salah satu keunikan budaya suku Aneuk Jamee terlihat di Kecamatan Kluet Selatan, khususnya pada hari pasar atau Uroe Pekan.
Di sini, komunikasi di pasar melibatkan tiga bahasa: Aceh, Jamee, dan Kluet. Penduduk setempat menggunakan bahasa mereka masing-masing, namun tetap saling memahami, menunjukkan bahwa bahasa bukanlah penghalang untuk hidup bersama.
Kekayaan budaya ini juga ditandai dengan keberadaan makam pahlawan Aceh, T. Cut Ali, di wilayah Kandang, tepatnya di pinggiran hilir Krueng Kluet, Kelurahan Suak Bakong, ibukota Kecamatan Kluet Selatan.
BACA JUGA:Menyelami Budaya Suku Gumai: Identitas dan Tradisi yang Tak Lekang oleh Waktu
Suku Aneuk Jamee merupakan bagian penting dari mosaik budaya Aceh. Meskipun mereka awalnya disebut sebagai pendatang, mereka telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Aceh.