Sebagai bagian dari strategi politiknya, Senopati berusaha meluluhkan hati para menteri dengan memandang mereka sebagai saudara Mataram.
Dalam prosesnya, para menteri menjadi terikat secara emosional dan berjanji untuk mendukung Mataram jika suatu saat Mataram menghadapi ancaman dari musuh.
BACA JUGA:Jejak Sejarah Majapahit: Mengungkap Dominasi Kerajaan yang Menguasai 30 Wilayah
Mereka berikrar untuk memberikan bantuan penuh kepada Mataram, yang merupakan indikasi keberhasilan taktik Panembahan Senopati dalam menggerogoti kekuasaan Pajang.
Senopati kemudian memanfaatkan situasi ini untuk mengukuhkan posisinya dengan menawarkan gelar-gelar penting kepada para pejabat tersebut, seperti Demang, Rangga, Ngabehi, dan Tumenggung.
Ia juga mengklaim bahwa ia dapat menenangkan amarah Sultan Hadiwijaya dengan otoritas yang diberikan kepadanya.
Janji-janji ini disambut dengan antusiasme oleh anak-anak Senopati, yang merasa bangga atas keberhasilan ayah mereka.
BACA JUGA:Kemegahan Majapahit: 30 Wilayah yang Pernah Dikuasai Kerajaan Besar Ini
Kebenaran di Balik Klaim Senopati
Namun, klaim Senopati mengenai otoritas dan gelar-gelar yang dijanjikannya tidak sepenuhnya benar.
Dalam kenyataannya, Sultan Hadiwijaya dari Pajang tidak pernah memberikan wewenang tersebut kepada Senopati.
Ketika Senopati menghadap Sultan Hadiwijaya setelah kematian ayahnya, ia hanya diberikan gelar sebagai Senopati Ing Alogo Sayyidin Panatagama.
Gelar ini diberikan seiring dengan pengangkatannya sebagai pemimpin Mataram, tetapi Sultan Hadiwijaya tidak memberikan wewenang lebih luas terkait pemberian gelar kepada pejabat-pejabat Mataram.
Klaim palsu yang dibuat Senopati menunjukkan bagaimana ia menggunakan taktik politik yang licik untuk memperkuat posisi Mataram dan melemahkan pengaruh Pajang.
Dengan menciptakan ikatan emosional dan memberikan janji-janji yang menarik, Senopati berhasil memanipulasi para pejabat Pajang untuk mendukung Mataram.