PAGARALAMPOS.COM - Nagabanda, yang berasal dari istilah Sanskerta dan berarti "tali ular," merupakan simbol penting dalam tradisi Hindu yang sering terlihat pada patung-patung besar di kuil-kuil.
Simbol ini biasanya hadir dalam bentuk ular, berfungsi sebagai pelindung tempat suci dan melambangkan ikatan atau keterikatan, yang menggambarkan hubungan erat antara individu dengan masyarakat serta keterikatan terhadap aspek duniawi.
Di Bali, Nagabanda biasanya dibuat dari kain dan digunakan dalam upacara ngaben, upacara pembakaran jenazah.
Nagabanda seringkali digunakan oleh orang-orang yang memiliki hubungan khusus dengan masyarakat atau dianggap sebagai keturunan Dewa Agung, termasuk pendeta, raja, serta keluarga yang telah dianugerahi gelar khusus oleh penguasa.
Dalam upacara ngaben, Nagabanda memiliki peran penting sebagai perantara yang membantu roh untuk mencapai nirwana atau surga.
Nagabanda juga sering dipersiapkan khusus untuk prosesi ngaben atau palebon, terutama untuk keluarga raja atau pendeta Buddha, seperti yang terjadi di Desa Budakeling, Karangasem.
Secara visual, Nagabanda biasanya digambarkan sebagai naga besar dengan penampilan yang menakutkan, mulut terbuka lebar, dan taring yang mencuat.
Tubuhnya panjang dan dihiasi dengan ukiran berwarna keemasan, dibuat dari kayu dan bambu yang kemudian dibungkus dengan kain mengkilap.
Menurut Putu Ariyasa Darmawan, seorang Dosen Filsafat Hindu dari STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Nagabanda melambangkan belenggu yang diwakili oleh bentuk ular naga.
Dalam filosofi Hindu, belenggu ini melambangkan keterikatan manusia pada nafsu atau keduniawian.
Lontar Tattwa Bhatara Astapaka menjelaskan bahwa belenggu ini mencakup keterikatan pada harta benda, panca indera, dan keinginan yang berakar dari kebodohan atau kelelahan duniawi.
Dalam upacara Pitra Yadnya, Nagabanda membantu roh untuk menuju pembebasan, atau moksha, dengan memutuskan keterikatan dengan dunia materi.
Simbolisme ini juga mencerminkan hubungan antara makrokosmos dan mikrokosmos, di mana bumi diikat oleh naga Anantabhoga, Naga Basuki, dan Naga Taksaka, sebagaimana dijelaskan dalam Lontar Siwagama dan Sri Purana Tattwa.
Ular naga ini menjaga keseimbangan elemen-elemen bumi, termasuk tanah dan udara, sekaligus mengikat tubuh manusia pada aspek-aspek duniawi.
Upacara ngaben yang menggunakan Nagabanda menggambarkan perjalanan roh menuju pembebasan spiritual, melepaskan diri dari keterikatan duniawi.