PAGARALAMPOS.COM - Penelitian genetik menunjukkan bahwa nenek moyang Suku Aborigin berasal dari Afrika dan melakukan migrasi ke Australia sekitar 75.000 tahun yang lalu. Dengan demikian, mereka termasuk salah satu kelompok manusia tertua, lebih awal dari peradaban Mesopotamia yang mulai muncul sekitar 8.000 SM.
Sesampainya di Australia sekitar 31.000 SM, Suku Aborigin menetap di wilayah Dataran Sahul, yang meliputi Australia, Papua, dan Tasmania. Meskipun terpisah oleh kenaikan permukaan laut, mereka berhasil beradaptasi dan berkembang di wilayah tersebut.
Sementara Tiongkok dan Mesir sering disebut sebagai pusat peradaban kuno, jejak peradaban manusia tertua juga ditemukan di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan Australia.
Di Indonesia, Suku Kerinci di Provinsi Jambi juga memiliki sejarah panjang, diperkirakan telah menghuni dataran tinggi Bukit Barisan lebih dari 10.000 tahun lalu. Penelitian yang dilakukan oleh Bennet Bronson dan Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta menunjukkan bahwa Suku Kerinci, atau yang dikenal sebagai Kecik Wok Gedang Wok, mungkin lebih tua dibandingkan dengan Proto Melayu atau Suku Inca di Amerika Selatan.
Meski tersembunyi dalam misteri, kehadiran mereka di Gunung Kerinci menunjukkan adaptasi yang luar biasa terhadap lingkungan yang keras. Sama halnya dengan Suku Aborigin, Suku Kerinci juga menghadapi tantangan akibat perubahan lingkungan dan interaksi dengan kelompok lain. Meskipun ada perubahan, jejak kuno mereka tetap menjadi bagian penting dari sejarah manusia di Asia Tenggara.
Nama daerah Kerinci, yang kemungkinan berasal dari bahasa Tamil, serta dugaan hubungan ras dengan masyarakat India, memberikan wawasan tambahan bagi peneliti mengenai sejarah dan asal-usul Suku Kerinci.
Penemuan mengenai Suku Aborigin dan Suku Kerinci menarik perhatian terhadap peradaban kuno di Asia Tenggara. Meskipun sering kali terabaikan dalam catatan sejarah global, mereka memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang perjalanan manusia dan interaksi dengan lingkungan sejak ribuan tahun lalu.
Meneliti peradaban kuno ini memberikan wawasan tentang bagaimana manusia purba beradaptasi dan bertahan hidup dalam berbagai kondisi. Ini juga menginspirasi untuk memahami metode tradisional yang digunakan oleh nenek moyang kita dalam mengelola sumber daya alam dan menjaga keseimbangan dengan lingkungan.
Selain itu, kajian mengenai Suku Aborigin dan Suku Kerinci menawarkan perspektif tentang migrasi manusia prasejarah dan interaksi antar kelompok. Memahami perjalanan mereka dari Afrika ke Asia Tenggara menyoroti ketahanan dan upaya manusia untuk bertahan hidup dalam kondisi yang bervariasi. Penelitian ini juga membuka peluang untuk memahami hubungan antara manusia dan lingkungan, serta memberikan pelajaran berharga untuk mengatasi tantangan lingkungan saat ini dan di masa depan.