BACA JUGA:Masih Hits, Inilah 8 Wisata Air Terjun yang Punya Keindahan Memukau di Lampung
BACA JUGA:Jelajahi 9 Kolam Pemandian Air Panas Terbaik di Sekitar Bandung, Wisata yang Cocok Menyegarkan Tubuh
Para ilmuwan menggunakan 19 model komputer untuk mensimulasikan gerakan mantel dan lempeng tektonik di wilayah tersebut selama 140 juta tahun.
Mereka membandingkan hasil simulasi dengan lubang yang nyata. Model-model yang paling akurat menunjukkan bahwa gumpalan magma panas dengan kepadatan rendah menggantikan material yang lebih padat, mengurangi massa wilayah dan mengurangi gravitasi.
Gumpalan magma ini berasal dari gangguan di bawah Afrika yang dikenal sebagai "gumpalan Afrika," yang berukuran sebesar benua dan 100 kali lebih tinggi dari Gunung Everest.
Peneliti berpendapat bahwa lubang gravitasi ini terkait dengan lempengan Tethyan, sisa dasar laut dari samudra purba Tethys yang ada lebih dari 200 juta tahun yang lalu.
BACA JUGA:Pesona Pantai di Lampung Selatan, Liburan Hemat, Tiket Masuknya Cuma 10.000an
BACA JUGA:Wisata Memanjakan Lidah di Payakumbuh, Ada Kuliner Minang Yang Bikin Ngiler
Setelah lempeng India terpisah dari Gondwana dan bertabrakan dengan lempeng Eurasia, ia melewati lempeng Tethys dan mendorongnya ke bawah lempeng India.
Potongan-potongan samudra Tethys yang hancur perlahan tenggelam ke mantel bawah, membentuk gumpalan magma yang mempengaruhi gravitasi.
Para ilmuwan masih perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi temuan ini dan menjelaskan apakah semburan magma benar-benar menjadi penyebab utama dari anomali gravitasi ini.