"Harusnya pihak pangkalan dan agen saat gas sampai langsung saja dibagi setiap warung atau pengecer, jadi kami tidak perlu antri panjang. Namun kondisi saat ini di warung gas tidak ada dan jika ada harganya sangat mahal," keluhnya.
Tidak hanya Ani, Arif (51), warga Pagar Alam lainnya, juga merasakan dampak dari kelangkaan gas ini.
Arif kini sudah tidak lagi menggunakan gas 3 kg untuk memasak di rumahnya. Ia memilih beralih ke kayu bakar dengan tungku dari tanah sebagai alternatif.
"Daripada harus antri berjam-jam dan tidak ada jaminan dapat, jadi lebih baik menggunakan kayu bakar saja, dek.
BACA JUGA:Perjuangan Terakhir Shelby dan Esme dalam Drama Peaky Blinders Season 6
Yang penting masih bisa makan sayur hangat. Karena masalah ini sepertinya tidak akan teratasi karena sudah lama kondisi gas langka seperti ini namun tak kunjung teratasi oleh pemerintah," ungkapnya dengan nada kecewa.
Situasi ini juga diperparah oleh distribusi gas yang tidak merata.
Pihak pangkalan dan agen dianggap tidak efisien dalam mendistribusikan gas, sehingga terjadi penumpukan di satu titik dan kekosongan di titik lain.
Hal ini membuat warga semakin frustasi karena selain harus mengantri panjang, mereka juga harus berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari gas.
BACA JUGA:4 Rekomendasi Model Rambut Pria ke Depan yang Bakal Bikin Tampilanmu Makin Keren
Selain itu, kenaikan harga yang tidak wajar di tingkat pengecer juga menambah beban warga.
Meskipun gas bersubsidi seharusnya membantu meringankan beban ekonomi masyarakat miskin, kenyataannya harga yang melambung tinggi justru semakin memberatkan.
Para pengecer seringkali memanfaatkan kelangkaan ini untuk meraup keuntungan lebih, dengan menaikkan harga jual jauh di atas harga yang seharusnya.
Kelangkaan gas 3 kg ini tentu menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Kota Pagar Alam.
BACA JUGA:Batman Forever, Aksi Batman Menumpas kejahatan di Gotham City
Masyarakat berharap agar Pemkot segera mencari solusi yang efektif untuk mengatasi masalah ini.