Di sana juga ditemukan benteng tembok yang di dalamnya terdapat bangunan gudang, bangsal pertemuan dan pemandian umum.
Besar kemungkinan tempat tersebut merupakan pusat pemerintahan.
Pada bangunan gudang berfungsi sebagai penyimpanan hasil panen.
BACA JUGA:Penemuan Arkeologis di Inner Mongolia, Cangkang Naga yang Mengungkap Sejarah Budaya Hongshan
BACA JUGA:Desa Bejijong, Tempat Bersejarah yang Membawa Kembali Kehidupan dan Kebesaran Majapahit
Pemandian umum penggunaannya dimungkinkan untuk mandi pejabat-pejabat.
Sementara bangsal pertemuan fungsinya jelas untuk pertemuan para penguasa dan aparat pemerintahan guna merencanakan dan mengatur jalannya pemerintahan.
Kepercayaan masyarakat di lembah Sungai Indus memuja dewa-dewa (polyhteisme).
Pemujaan-pemujaan tersebut disertai juga dengan kegiatan ritual atau upacara keagamaan.
BACA JUGA:Adakadabra! Inilah 4 Kitab Sihir Paling Tua Dalam Sejarah Dunia yang Pernah Ditemukan
BACA JUGA:Kekayaan Budaya Pulau Yap, Sejarah dan Makna Batu Rai sebagai Mata Uang Tradisional
Pemujaan tersebuat sebagai tanda tanda terima kasih terhadap kehidupan yang dinikmatinya, berupa kesejahteraan dan perdamaian.
Jenis pemujaan kepada dewa dikelompokan menjadi tiga macam, yakni: Pemujaan terhadap dewa-dewa Dewa yang menempati urutan pertama adalah Dewi Ibu atau Dewi Alam (Mother God dess atau Nature Goddess).
Di setiap desa, Dewi alam dianggap sebagai pelindung dan dikenal dengan berbagai nama misalnya Mata, Amba, Amma, Kali dan Karali.
Pemujaan terhadap hewan Pemujaan terhadap hewan adalah hewan-hewan cerita, hewan penjaga kota dan hewan biasa. Pemujaan terhadap pohon Pemujaan terhadap pohon merupakan pemujaan pohon yang dianggap keramat, seperti pohon pipal (beringin).