Tujuan dan Sejarah Tradisi Kawin Tangkap
Tradisi kawin tangkap dilakukan dalam konteks kekerabatan keluarga, klan, atau suku, dengan salah satu tujuannya adalah untuk mengikat hubungan kekerabatan.
Hal ini menjadi alasan mengapa perempuan yang akan menjadi calon mempelai wanita biasanya dipilih dari keluarga yang memiliki hubungan kekerabatan erat dengan keluarga calon mempelai pria.
Selain itu, tradisi ini juga menjadi upaya para pria Sumba untuk keluar dari budaya matriarki yang dominan dalam tradisi masyarakat Sumba.
Budaya matriarki membuat laki-laki Sumba merasa bahwa mereka berhak sebagai kepala keluarga terabaikan.
BACA JUGA:Menelisik MisterI Gunung Telomoyo, Ternyata Menyimpan Kisah yang Mencekam
Oleh karena itu, mereka melakukan tradisi kawin tangkap sebagai langkah untuk menjadi kepala keluarga yang memiliki hak dan otonomi.
Pelaksanaan Tradisi Kawin Tangkap
Tradisi kawin tangkap biasanya dilakukan oleh laki-laki dari keluarga kaya yang ingin meminang seorang perempuan yang disukainya.
Praktik ini melibatkan 'penculikan' perempuan yang akan menjadi calon pengantin atau istri.
Namun, pelaksanaan tradisi kawin tangkap ini awalnya dimaksudkan untuk mengadakan pernikahan tanpa melalui peminangan atau kesepakatan kedua belah pihak, terutama soal mahar atau belis, menuju ke tahap peminangan sebagai pernikahan yang sah menurut adat Sumba.
BACA JUGA:Iseng Cari Rumput eh Malah Nemu Istana Kuno di Tengah Hutan, Ternyata Milik Raja Airlangga
Pada saat pelaksanaan kawin tangkap, simbol-simbol adat digunakan, seperti kuda yang dilindungi atau emas di bawah bantal, sebagai tanda bahwa proses adat tengah dilaksanakan. C
alon mempelai pria dan wanita akan mengenakan pakaian adat, dan pihak orang tua laki-laki memberikan hadiah sebagai tanda maaf permintaan dan untuk memberitahukan bahwa anak-anak akan menjadi bagian dari keluarga laki-laki.
Kontroversi Terkait Tradisi Kawin Tangkap
Meskipun tradisi kawin tangkap dianggap sebagai bagian dari warisan budaya Sumba, praktik ini telah menimbulkan kontroversi.