Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi, Al-Tabarani, dan lainnya. Hadits ini dinilai maudhu' (palsu) oleh sebagian ulama, seperti Imam Ibnu Hajar, Imam Adz-Dzahabi, Imam Al-Albani, dan lainnya.
Sebab, hadits ini memiliki perawi yang bernama Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, yang dikenal sebagai pemalsu hadits. Selain itu, hadits ini juga bertentangan dengan ajaran Islam yang tidak menetapkan jumlah rakaat shalat tertentu pada malam nisfu sya'ban.
BACA JUGA: Menggali Makna Lampung, 10 Tempat Bersejarah yang Membawa Kembali Kisah Nenek Moyang
Malam nisfu sya'ban adalah malam yang memiliki keutamaan yang istimewa, yaitu Allah SWT mengampuni seluruh hamba-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan dengan saudaranya.
Malam ini juga merupakan malam terijabahnya doa dan hajat kita. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan malam ini dengan beribadah kepada Allah SWT, memperbanyak istighfar, berdoa, membaca Al-Qur'an, dan berbuat kebajikan.
Namun, kita juga harus berhati-hati dalam mengambil hukum dan amalan dari hadits-hadits yang berkaitan dengan malam nisfu sya'ban, karena sebagian dari hadits-hadits ini tidak shahih atau bahkan palsu. Kita harus mengikuti hadits-hadits yang shahih dan meninggalkan hadits-hadits yang dhaif atau maudhu'.***