Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta, yang artinya kota kemenangan.
Runtuhnya
Kerajaan Demak mengalami kemunduran dan runtuh setelah Sultan Trenggana wafat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Sengketa kekuasaan. Raden Patah memiliki banyak anak laki-laki, tetapi berasal dari ibu yang berbeda-beda. Hal ini menimbulkan persaingan dan konflik di antara mereka.
Hal ini bertambah rumit setelah Pati Unus meninggal tanpa memiliki keturunan laki-laki.
BACA JUGA:Ternyata Inilah Alasan Mundurnya Kerajaan Sriwijaya di Abad ke-11, Yuk Cari Tahu Alasannya!
Tahta kerajaan Demak kemudian diperebutkan oleh dua putra Raden Patah yang lain, yaitu Pangeran Surowiyoto (Sekar Seda Lepen) dan Sultan Trenggana.
Pangeran Surowiyoto adalah putra tertua dari Raden Patah, tetapi ia lahir dari istri ketiga. Sultan Trenggana adalah putra yang lebih muda, tetapi ia lahir dari istri pertama.
Kedua putra ini berseteru dan berperang untuk merebut tahta kerajaan Demak.
Perang saudara. Perang saudara terus berlanjut setelah Sultan Trenggana wafat. Tahta kerajaan Demak diwarisi oleh putranya yang bernama Sunan Prawoto.
BACA JUGA:Menjadi Bukti Sejarah, Inilah 10 Daftar Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Yang Ada Sejak Dahulu Kala!
Sunan Prawoto adalah seorang ulama yang lebih tertarik untuk menyebarkan agama Islam daripada mengurus urusan pemerintahan. Ia memerintah dari tahun 1546 hingga 1549.
Ia kemudian dibunuh oleh orang suruhan Arya Penangsang, seorang penguasa Jipang yang juga merupakan keponakan dari Raden Patah.
Arya Penangsang ingin mengambil alih kekuasaan di kerajaan Demak. Ia kemudian memindahkan pusat pemerintahan kerajaan dari Demak ke Jipang.
Hal ini menimbulkan kekecewaan dan kebencian dari para bupati dan ulama yang setia kepada Demak.