Mengutip peneliti tamu di ISEAS Yusof Ishak Institute di Singapura Made Supriatma, CNA menulis bagaimana "keberhasilan gerakan BDS" masih terbatas di Indonesia. Apalagi isu-isu politik dalam negeri masih menjadi prioritas utama.
"Meskipun masyarakat mungkin bersimpati terhadap masalah Palestina, perhatian dan keterlibatan mereka tampaknya lebih terfokus pada masalah-masalah domestik yang secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari," kata Made.
"Salah satunya adalah pemilihan umum mendatang," tegasnya menyinggung pemilu presiden (pilpres) RI dimuat media itu.
Ia mengatakan meskipun ada boikot terhadap McDonald's misalnya, banyak konsumen yang tampaknya tidak menyadarinya.
BACA JUGA:Kota Kecil dengan Kejutan Kuliner yang Besar, Ini Dia Kuliner Khas Payakumbuh
Karena itu, gerai-gerai tetap beroperasi secara normal tanpa adanya penurunan pelanggan yang nyata.
"Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan boikot dapat sangat bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti kesadaran konsumen, kepemilikan lokal, dan persepsi merek," muat CNA mengutipnya lagi.
Hal sama juga dimuat media Hong Kong, South China Morning Post (SCMP).
Media itu menulis artikel berjudul "Anti-Israel boycotts in Indonesia hit McDonald's, Pringles, as Malaysians quit Singapore's Grab over war in Gaza".
BACA JUGA:Gerah Dalam Mobil Karena AC Rusak, Kamu Jangan Sepelekan 9 Hal Ini
"Daftar boikot tersebut telah beredar di Facebook dan TikTok Indonesia selama berminggu-minggu, menyebutkan 121 merek yang diklaim berafiliasi dengan Israel," tulisnya.
"Namun tidak semua masyarakat Indonesia mendukung boikot tersebut, di tengah peringatan akan adanya penyatuan agama Yahudi secara keseluruhan dengan tindakan negara Israel," tambah media itu lagi.
Perlu diketahui dalam laporan Al Jazeera pada 2018, terungkap bahwa gerakan boikot berpotensi menghasilkan kerugian hingga US$11,5 miliar atau sekitar Rp183,37 triliun per tahun bagi Israel.
Namun dari data organisasi non-profit berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), Brookings Institution, gerakan BDS tidak akan secara drastis mempengaruhi perekonomian Israel.
BACA JUGA:Gerah Dalam Mobil Karena AC Rusak, Kamu Jangan Sepelekan 9 Hal Ini
Sebab, sekitar 40% ekspor Israel adalah barang "intermediet" atau produk tersembunyi yang digunakan dalam proses produksi barang di tempat lain, seperti semikonduktor.