PAGARALAMPOS.COM - Tak Habis Pikir! Suku Polahi Perjuangan Anti-Penjajahan yang Bertahan Hingga Kini, Kok Bisa? Suku Polahi adalah kelompok etnis terasing yang mendiami hutan pedalaman Gorontalo. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, Polahi adalah masyarakat pelarian zaman dahulu yang melakukan eksodus ke hutan karena takut dan tidak mau dijajah oleh Belanda sehingga menjadikan mereka sebagai suku terasing sampai dengan saat ini. Suku ini mengasingkan diri sekitar abad ke-17 dan kini hidup di pedalaman hutan daerah Boliyohuto, Paguyaman, dan Suwawa, Provinsi Gorontalo.
BACA JUGA:Suku Polahi, Jejak Kelompok Terasing di Hutan Gorontalo Indonesia merupakan negara multikultural yang menjadi tempat tinggal bagi ratusan suku dan etnis yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Dari banyaknya suku yang tersebar di Indonesia ternyata masih banyak suku yang terisolir dan kurang tersentuh oleh modernisasi sehingga jauh dari teknologi dan masih mengikuti kebudayaan leluhur. Komunitas suku Polahi konon terdiri dari para eks pengungsi yang melarikan diri dari penjajahan Belanda dan menjadikan hutan sebagai rumah mereka hingga saat ini. Menurut dokumen yang ada, suku Polahi merupakan sekelompok masyarakat Gorontalo yang mengungsi ke hutan pada abad ke-17 untuk menghindari penjajahan dan untuk membayar pajak kepada penjajah Belanda.
BACA JUGA:Tradisi Viral yang Menghebohkan! Inilah Suku Polahi Dengan Tradisi yang Tak Wajar di Indonesia Suku ini masih hidup Hingga saat di pedalaman hutan daerah Boliyohuto, Paguyaman, dan Suwawa di Provinsi Gorontalo. Dalam kamus bahasa Gorontalo, kata "Polahi" berasal dari kata "Lahi-lahi" yang memiliki arti "pelarian" atau "sedang dalam pengungsi". Hal ini menggambarkan kondisi suku Polahi saat itu, mereka melarikan diri dari penyelarasan dan menjalani kehidupan di hutan. Terutama di lereng Gunung Boliyohuto di Desa Tamaila Utara, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo.
BACA JUGA:Tradisi Suku Polahi yang Viral Karena Lakukan Pernikahan Sedarah oleh Ibu Kandung Sendiri! Menurut catatan sejarah yang ada, suku Polahi sebenarnya adalah warga Gorontalo yang melarikan diri ke hutan karena pemimpin mereka di masa penjajahan Belanda tidak mau ditindas oleh penjajah. Oleh karena itu, orang Gorontalo menyebut mereka Polahi, yang secara harfiah berarti "pelarian". Keadaan tersebut mempengaruhi kondisi suku Polahi dengan kehidupan di dalam hutan. Meskipun Indonesia telah merdeka, sebagian keturunan Polahi masih memilih tinggal di hutan.
BACA JUGA:Tradisi Suku Polahi yang Viral Karena Lakukan Pernikahan Sedarah oleh Ibu Kandung Sendiri! Sikap anti penjajah tersebut turun-temurun dan menyebabkan orang Polahi menganggap orang dari luar suku mereka sebagai penindas dan penjajah. Namun, yang membuat suku Polahi semakin unik adalah keberlangsungan tradisi perkawinan sedarah dalam budaya mereka. Asal- usul Suku Polahi, Bangsa Yang Memiliki Tradisi Menikah Dengan Saudara Sedarah!-tangkapan layar-Youtube Berbeda dengan sistem perkawinan umum di mana dua individu dari keluarga yang berbeda menikah tanpa ikatan darah, suku Polahi memiliki budaya sistem kawin sedarah atau sistem perkawinan inses.
BACA JUGA:Pernikahan Suku Polahi yang Mengegerkan Warga Soal Pernikahan Sedarah Oleh Ibu kandung Sendiri! Perkawinan sedarah di suku Polahi memungkinkan anggota keluarga untuk menikah dengan sesama anggota keluarga yang memiliki ikatan darah. Seperti antara ibu dan anak laki-laki, bapak dan anak perempuan, atau saudara laki-laki dan saudara perempuan. Sistem ini telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda dan masih dipraktikkan hingga saat ini, meskipun dianggap tidak biasa atau bahkan aneh oleh budaya umum. Pernikahan sedarah ini sebenarnya bukan berdasarkan kebiasaan adat, tetapi lebih karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang pergaulan di luar kelompok mereka sendiri.
BACA JUGA:Tribhuwana Tunggadewi, Perempuan Pertama di Tahta Majapahit Sekaligus Panglima Perang Bersama Gajah Mada Para anggota suku Polahi memiliki keterbatasan pengetahuan genetika, sehingga mereka melakukan perkawinan sedarah di antara mereka tanpa menyadari risiko genetik yang dapat mempengaruhi kesehatan keturunan mereka. Dalam ilmu kesehatan dan penelitian, perkawinan sedarah dapat meningkatkan risiko kelainan genetik atau cacat pada keturunan. Anak-anak yang lahir dari perkawinan sedarah cenderung memiliki keragaman genetik yang sangat minim, yang dapat meningkatkan kemungkinan penyakit genetik langka atau cacat. Namun, dalam kasus suku Polahi, terdapat keunikan yang mengejutkan. Meskipun mereka melakukan perkawinan sedarah, tidak ada kasus keturunan yang mengalami cacat.
BACA JUGA:Tribhuwana Tunggadewi, Perempuan Pertama di Tahta Majapahit Sekaligus Panglima Perang Bersama Gajah Mada Semua anggota suku Polahi terlihat normal secara genetik. Hal ini menjadi fenomena yang menarik karena berbeda dengan apa yang terjadi pada perkawinan sedarah di negara-negara lain di mana kelainan genetik jauh lebih tinggi. Fenomena ini menunjukkan adanya faktor-faktor yang belum sepenuhnya dipahami mengenai keunikan genetik suku Polahi. Karena itu, cerita singkat tentang suku Polahi ini tidak hanya menambah pengetahuan kita tentang keragaman suku bangsa di Indonesia.
BACA JUGA:Tradisi Suku Polahi yang Viral Karena Lakukan Pernikahan Sedarah oleh Ibu Kandung Sendiri! Tetapi juga melarang kita pentingnya pemahaman genetik dan pengetahuan dalam mempertimbangkan praktik pernikahan dalam masyarakat. Keunikan budaya suku Polahi menjadi saksi dari keberagaman yang memikat di negeri ini.*