Perjalanan Syekh Yusuf Telah Membuat Tradisi Unik, Yakni Naik Haji di Gunung Bawakaraeng, Apa Yang Terjadi?

Minggu 24-09-2023,10:37 WIB
Reporter : Jukik
Editor : Jukik

Pandangan ini juga dianggap sakral karena mencampuradukkan kepercayaan lama, khususnya agama Patuntung. 

Namun, banyak yang percaya bahwa tradisi ini sudah ada sejak zaman lampau, dimulai ketika seseorang mendapat wangsit dari mimpi untuk mendaki puncak Bawakaraeng sebagai ganti haji.

Kisah lain menyebutkan bahwa hanya dengan mendaki Gunung Bawakaraeng, seseorang dianggap sudah menunaikan ibadah haji, dan mereka melanjutkan dengan salat Id dan berkurban di puncak gunung tersebut. 

Ini adalah bentuk pandangan kepercayaan lama dan ritual mistik yang masih terus berlanjut hingga hari ini.

BACA JUGA:Magelang's Hidden Gem, Wisata Terasering Sitegong di Desa Sukomakmur Jadi Lokasi Hits dan Instagramable

Di sekitar puncak gunung, ada tumpukan batuan besar yang dipercayai sebagai tempat pemakaman kuno oleh penduduk setempat, dan mereka sangat menghormati keberadaannya. 

Ritual-ritual khusus di Gunung Bawakaraeng dilakukan untuk menjaga tradisi leluhur mereka hidup.

Tradisi Haji Bawakaraeng tidak hanya terbatas pada Kabupaten Gowa, tetapi juga melibatkan kelompok masyarakat dari berbagai daerah, termasuk Sulawesi Barat. 

Mereka datang ke gunung ini dengan harapan meminta keselamatan, rezeki, dan berbagai permintaan khusus kepada Tuhan. Di puncak gunung, mereka melakukan sembahyang dan berkurban, mengikuti tradisi yang telah berlangsung puluhan tahun.

BACA JUGA:Indonesia Punya Cerita, Misteri Gunung Arjuno, Suara Gamelan dari Masa Lalu, Merinding Guyss!

Dengan latar belakang alam yang indah dan tradisi yang unik, Gunung Bawakaraeng menjadi tempat yang penuh makna bagi banyak orang dalam menjalani perjalanan spiritual mereka.

Arti Nama Gunung Bawakaraeng

Nama "Bawakaraeng" sendiri memiliki makna yang dalam. Secara harfiah, nama ini berarti "Mulut Tuhan" atau "Mulut Raja." 

Kata "Raja" di sini merujuk pada penguasa manusia, sesuai dengan kepercayaan orang Makassar kuno yang berbentuk dinamisme, yakni keberadaan Batara sebagai penentu alur kehidupan manusia. 

Kata "bawa" mengacu pada "mulut" atau "tempat di mana kata akan keluar," sedangkan "Karaeng" diartikan sebagai Tuhan, Dewa, Raja, Yang Mulia, atau Yang Agung. 

BACA JUGA:Pejuang yang Tak Pernah Pulang, Pahlawan yang Jasadnya Tetap Hilang

Kategori :