BACA JUGA:TOP 4 Merk Ban Motor Terbaik Di Indonesia, Nomor 3 Paling Laku Dipasaran!
2. Mengadopsi konsep tata ruang tradisi nenek moyang
Di tengah terpaan modernisasi, Desa Penglipuran masih mempertahankan tradisi dan nilai luhur nenek moyang.
Salah satunya terlihat dari tata ruang desa yang mengadopsi konsep Tri Mandala. Tri Mandala merupakan pembagian lahan menjadi tiga zona berdasarkan nilai kesucian yang diurutkan, mulai dari utara sebagai tempat paling suci hingga selatan sebagai tempat paling tidak suci.
Oleh masyarakat setempat, zona utama mandala yang terletak di utara dianggap sebagai peraduan para dewa. Karena itu, tempat ibadah hanya didirikan di kawasan ini.
Salah satunya, Pura Penataran, tempat memuja Dewa Brahma yang merupakan pencipta seluruh alam semesta menurut kepercayaan Hindu.
Sementara, di bagian tengah desa, terdapat zona madya mandala. Area ini difungsikan sebagai permukiman penduduk.
Selanjutnya, zona paling tidak suci di selatan disebut sebagai nista mandala. Area ini dikhususkan sebagai tempat peristirahatan terakhir masyarakat yang sudah mangkat alias pemakaman penduduk.
3. Hunian tradisional
Kemampuan masyarakat Desa Penglipuran dalam mempertahankan tradisi juga terlihat dari huniannya.
Sebgian besar pekarangan—sebutan untuk rumah—di desa ini dibangun dengan konsep tradisional.
BACA JUGA:7 Daftar Pahlawan Ini Belum Ditemukan, Kisah yang Masih Membekas Dalam Sejarah Indonesia
Hal ini tampak dari penggunaan bambu sebagai material utama bangunan. Secara arsitektur, rumah warga di Desa Penglipuran pun tampak unik karena punya pola seragam.
Keseragaman ini dilihat dari bentuk angkul-angkul, luas lahan bangunan, dan pembagian denah ruangan.
Setiap rumah di Desa Penglipuran memiliki kamar tidur, ruang tamu, dapur, balai-balai, lumbung, dan tempat sembahyang.