PAGARALAMPOS.COM - Suku Polahi dikenal sebagai kelompok masyarakat yang berdiam di salah satu wilayah Gorontalo. Tradisi kawin sedarah menjadi ciri khas suku ini.
Antropolog dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Yowan Tamu mengatakan suku Polahi menggunakan bahasa asli Gorontalo zaman dahulu.
Mereka juga disebut memakai bahasa tubuh yang hanya dimengerti oleh suku mereka.
Suku Polahi tidak menerima pendatang. Hal ini membuat masyarakat dari luar suku Polahi harus menggunakan pemandu yang sudah diterima oleh mereka.
BACA JUGA:Ternyata Ada Kaitan Pada Zaman Penjajahan Suku Polahi yang Dikabarkan Lakukan Nikah Sedarah!
Dengan Masyarakat Suku Polahi ini diyakini sebagai pengungsi zaman dahulu yang menghindari penjajahan Belanda dan menjadikan hutan sebagai tempat tinggal mereka hingga saat ini.
Dari Cerita yang Ada, Suku Polahi ini adalah kelompok masyarakat Gorontalo yang melarikan diri ke dalam hutan pada abad ke-17 untuk menghindari penjajahan dan pembayaran pajak ke penjajah Belanda.
Suku ini masih hidup Hingga saat di pedalaman hutan daerah Boliyohuto, Paguyaman, dan Suwawa di Provinsi Gorontalo.
Dalam kamus bahasa Gorontalo, kata "Polahi" berasal dari kata "Lahi-lahi" yang memiliki arti "pelarian" atau "sedang dalam pengungsi".
BACA JUGA:Wisata Angker Gunung Telomoyo, Saksi Bisu Dari Berbagai Peristiwa Alam Dan Sejarah!
Hal ini menggambarkan kondisi suku Polahi saat itu, mereka melarikan diri dari penyelarasan dan menjalani kehidupan di hutan, terutama di lereng Gunung Boliyohuto di Desa Tamaila Utara, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo.
Menurut catatan sejarah yang ada, suku Polahi sebenarnya adalah warga Gorontalo yang melarikan diri ke hutan karena pemimpin mereka di masa penjajahan Belanda tidak mau ditindas oleh penjajah.
Oleh karena itu, orang Gorontalo menyebut mereka Polahi, yang secara harfiah berarti "pelarian".
Keadaan tersebut mempengaruhi kondisi suku Polahi dengan kehidupan di dalam hutan.