Histori Pilu Suku Polahi, Antara Penjajah dan Perkawinan Sedarah

Senin 04-09-2023,23:10 WIB
Reporter : Gusti
Editor : Gusti

BACA JUGA:Temuan Logam Mulia Gunung Padang, Bukti Jejak Perdaban Kunokah, Begini Analisa Peneliti

Sejak saat itu, mereka menjadi suku terasing yang masih eksis hingga saat ini.

Kawasan hutan pedalaman Provinsi Gorontalo, seperti Boliyohuto, Paguyaman, dan Suwawa, telah dihuni suku Polahi sejak abad ke-17.

Istilah “Polahi” dalam bahasa Gorontalo berasal dari kata “Lahi-lahi” yang artinya melarikan diri atau melarikan diri. 

Menurut catatan sejarah yang ada, suku Polahi sebenarnya adalah warga Gorontalo yang melarikan diri ke hutan karena pemimpin mereka di masa penjajahan Belanda tidak mau ditindas oleh penjajah.

BACA JUGA:5 Tradisi Unik Perkawinan Suku, Ritual Malam Pertama Pengantin Harus Beginian

Oleh karena itu, orang Gorontalo menyebut mereka Polahi, yang secara harfiah berarti "pelarian".

Keadaan tersebut mempengaruhi kondisi suku Polahi dengan kehidupan di dalam hutan.

Meskipun Indonesia telah merdeka, sebagian keturunan Polahi masih memilih tinggal di hutan.

Sikap anti penjajah tersebut turun-temurun dan menyebabkan orang Polahi menganggap orang dari luar suku mereka sebagai penindas dan penjajah.

BACA JUGA:Ingat Ops Zebra Musi Dimulai, Pengengendara Jangan Melanggar 7 Point Ini

Namun, yang membuat suku Polahi semakin unik adalah keberlangsungan tradisi perkawinan sedarah dalam budaya mereka.

Berbeda dengan sistem perkawinan umum di mana dua individu dari keluarga yang berbeda menikah tanpa ikatan darah, suku Polahi memiliki budaya sistem kawin sedarah atau sistem perkawinan inses.

Perkawinan sedarah di suku Polahi memungkinkan anggota keluarga untuk menikah dengan sesama anggota keluarga yang memiliki ikatan darah.

Seperti antara ibu dan anak laki-laki, bapak dan anak perempuan, atau saudara laki-laki dan saudara perempuan.

BACA JUGA:Duo Sohib Ini Bernasib Apes, Jambret Meresahkan Akhirnya Diringkus

Kategori :