Kemungkinan hal ini terjadi karena rating usianya yang hanya menyentuh PG-13.
Makanya tak bisa menampilkan kebrutalan yang jauh lebih mengerikan.
Meski menjadi sebuah reboot, Firestarter seolah tak belajar dari kesalahan film orisinalnya.
BACA JUGA:Legenda dan Keindahan Gunung Merbabu, Kisah Kyai Bakuh dan Asal Usulnya
Malahan, versi reboot-nya terasa lebih buruk ketimbang film orisinalnya yang tayang pada 1984 silam.
Kendati menyandang tema horor, Firestarter agaknya kurang tepat disebut sebagai film bergenre horor.
Film ini kurang meninggalkan kesan horor kepada para penontonnya.
BACA JUGA:Tak Tersentuh Informasi dan Teknologi. Suku Pedalaman Polahi Demen Kawin Sedarah
Satu-satunya adegan horor yang disajikan hanya terdapat pada awal film, tatkala adegan kilas balik para peserta Lot Six melewati proses eksperimen.
Pada adegan tersebut banyak dimunculkan momen jump scare yang cukup memberi syok terapi kepada para penontonnya.
Kendati terdapat beberapa adegan sadis di dalam film, penyajiannya terasa kurang maksimal dan belum cukup memberikan efek kengerian kepada penonton.
BACA JUGA:Ritual Malam Pertama Yang Mengesankan Tradisi Suku, Mempelai Boleh Ngelakuin Yang Beginian
Terlepas dari beberapa kekurangan, Firestarter (2022) dapat menjadi salahsatu tontonan yang menarik bagi penikmat film bergenre fiksi-ilmiah.
Selain itu, apresiasi agaknya patut diberikan kepada para pemeran film yang telah berusaha menampilkan akting yang cukup baik, terutama Ryan Armstrong yang memerankan tokoh utama Charlie.
BACA JUGA:Misteri Pegunungan Menoreh, Jejak Perang Diponegoro dan Legenda Gunadharma
Akting sebagai gadis remaja yang penuh dengan pergolakan batin cukup berhasil ia bawakan di dalam film. ‘